PENDAHULUAN
Kerukunan umat beragama merupakan dambaan setiap umat, manusia. Sebagian
besar umat beragama di dunia, ingin hidup rukun, damai dan tenteram dalam
menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan
ibadahnya.
Bangsa Indonesia diciptakan oleh Tuhan
dalam suasana kemajemukan, baik dari suku, ras agama maupun budaya. Indonesia sebagai negara kepulauan
terbesar didunia dengan berbagai segi kemajemukan sosial-budaya akan tetap
menjadi gejala yang harus selalu diperhitungkan dalam mewujudkan keutuhan dan
persatuan nasional, kemajemukan atau pluralitas bangsa adalah kenyataan hidup
yang sudah menjadi kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa dan tidak saling mengganggu
keimanan masing-masing pemeluk agama.
Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 manyatakan bahwa negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agama dan kepercayaan itu. Peryataan tersebut
mengandung arti bahwa keanekaragaman pemeluk agama yang ada di Indonesia diberi
kebebasan untuk melaksanakan ajaran agama sesuai dengan keyakinannya
masing-masing. Namun demikian kebebasan tersebut harus dilakukan
dengan tidak mengganggu dan merugikan umat beragama lain, karena terganggunya
hubungan antar pemeluk berbagai agama akan membawa akibat yang dapat
menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa.[1]
Berbagai kebijakan dan program dalam rangka mendukung
pelaksanaan prioritas pembangunan Ketahanan Nasional yang kokoh, yaitu melalui
kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan ketahanan
budaya. Agama mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting
dan strategis, utamanya sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam
pembangunan Ketahanan Nasional yang kokoh. Agama sebagai sistem
nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, keluarga,
masyarakat serta menjiwai kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sementara itu dalam dinamika kehidupan
beragama di Indonesia seringkali dijumpai kelompok, gerakan atau aliran
keagamaan yang dianggap menyimpang dari kaidah, ibadah atau pendirian yang
dianut oleh mayoritas umat. Karena itu, keberadaan mereka
seringkali eksklusif, radikal atau ekstrim serta memiliki fanatisme buta,
kelompok semacam ini kerap disebut dengan istilah sempalan atau sekte yang
menyimpang. Disini pula letak kekurangan kalangan yang sering menyuarakan
sikap-sikap tolensi agama.
Selama berabad-abad, suku bangsa di
Indonesia umumnya hidup rukun tanpa benturan yang berarti. Filsafat
Pancasila yang bertumpu pada agama melalui Ketuhanan Yang Maha Esa memberi
konsep perdamaian abadi, namun dimasa reformasi konflik kesukuan, ras, agama
pelapisan masyarakat sepertinya ikut mengusik kerukunan tersebut.
Negara yang multi agama seperti
Indonesia, kerukunan hidup umat beragama merupakan salah satu faktor pendukung
terciptanya stabilitas dan Ketahanan Nasional. Karena itu
kerukunan umat beragama perlu dibina dan ditingkatkan agar tidak menjurus
kepada ketegangan yang dapat menimbulkan perpecahan bangsa.
Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi
akhir-akhir ini bukanlah kerusuhan agama, tetapi umat beragama dijadikan alat
untuk mempercepat meletusnya kerusahan. Menurut statistik politik,
yang paling cepat menimbulkan kerusuhan adalah alasan agama dan alasan sosial
ekonomi. Sebagai bukti misalnya banyak didaerah terjadi konflik yang di
isu kan orang tertentu menjadi isu sentimen agama
yang walaupun pemerintah telah memberitahukan dengan tegas bahwa
kejadian-kejadian yang terjadi bukanlah isu agama tetapi beberapa orang yang
tidak bertanggung jawab bahkan yang senang dengan kekacauan untuk mencari
keuntungan kelompok ataupun pribadi; sehingga pemerintah tidak mampu membendung
keributan terjadi disana sini. Bahkan ada dari beberapa orang yang kita anggap
tokoh dalam satu daerah membuat isu yang berelebihan tentang terjadinya
penyebaran agama sehingga oleh orang-orang tertentu tadi terjadi konflik bahkan
kekisruhan yang berlarut larut sebagai contoh Kristenisasi atau Islamisasi.
Memang kalau kita berbicara tentang
agama dan negara akan sulit dimana pertemuannya, namun warga atau umat beragama
harus patuh sebagai warga negara kepada aturan negara yang walaupun pada
dasarnya bahwa agama tidak boleh diatur oleh negara dan hal ini perlu diatur
dengan baik, sehingga umat merasakan pemerintah bertindak adil dan melindungi
semua warganya tanpa pilih kasih, karena ketidakrukunan juga bisa terjadi
karena aturan pemerintah yang kadang-kadang terlalu over produktif sehingga
sesama umat beragama terjadi kecemburuan sosial atau kecemburuan tentang
perizinan pendirian rumah ibadah.
BEBERAPA PANDANGAN TENTANG KERUKUNAN
a.
Pandangan Islam
Dalam mewujudkan kerukunan umat Islam
melalui wadah politik temyata sangat sulit dilaksanakan. Untuk itu perlu
diupayakan melalui wadah atau metode yang lain. Hal itu tergantung dad kesadaran
dan kemauan baik para pemimpin Islam itu sendiri. Tentunya mereka harus bisa
memilih-milih antara tujuan dengan alat. Kerukunan dan persatuan
umat Islam adalah termasuk tujuan, sebab merupakan bagian dari nilai-nilai
dasar ajaran Islam. Sedangkan organisasi, baik orpol maupun ormas, hanyalah
alat untuk mencapai tujuan tersebut.
Pertama, memilih
wadah. sejarah kepartaian di Indonesia menunjukan bahwa melalui bidang politik
umat Islam sulit bersatu. Tetapi melalui bidang sosial keagamaan atau non politik,
kelompok-kelompok umat Islam boleh dikatakan tidak sulit untuk diajak bekerja
sama. Kita ambil beberapa contoh, misalnya saja melalui wadah Majelis Ulama
Indonesia (MUI) kita melihat para pemuka Islam dari berbagai ormas Islam dapat
duduk bersama dalam satu meja. Dalam upaya untuk membina dan memantapkan kerukunan hidup
umat beragama kita sangat mengharapkan reran aktif dari pemerintah melalui
Departemen Agama dengan segenap aparatnya memberikan bimbingan dan pelayanan
kepada masyarakat juga dijiwai oleh semangat untuk merukunkan umat beragama
secara
menyeluruh. .
Kedua, memilih metode. Telah banyak cara
yang dicoba untuk memperkukuh kerukunan hidup antar umat Islam, seperti :
mengadakan musyawarah, sarasehan, silaturahmi, diskusi, seminar, kerja sama
sosial kemasyarakatan dan lain-lain. Kita mengetahui bahwa dalam menyampaikan
informasi kepada umat, maka yang menjadi ujung tombak kita adalah para
mubaligh/da'i dan dosen/guru agama, karena merekalah yang berhadapan langsung
dengan masyarakat. Oleh karena itu perlu dibentuk semacam forum komunikasi para
mubaligh/da'i dan forum komunikasi dosen/guru agama. Mereka dipertemukan untuk
bermusyawarah guna untuk menyamakan misi dan visi serta program kerja. Sesuai
kondisi saat ini, maka prioritas pertama ialah memberikan bimbingan kepada
masyarakat melalui khutbah, ceramah, pengajian, kuliah, pelajaran, dan
lain-lain; dengan materi tentang pentingnya memperkukuh ukhuwah Islamiah.
Khususnya kepada para remaja dan pemuda yang akan menjadi pemimpin di masa
depan perlu ditanamkan nilal-nilai tentang ukhuwah Islamiah khususnya, dan
alakhlaqul karimah pada umumnya. Para pelajar dan mahasiswa dari berbagal
golongan Islam perlu dibiasakan saling bertemu dan bekerjasama, dalam melakukan
kegiatan-kegiatan Islam, misalnya bersama-sama menyelenggarakan peringatan hani
besar Islam. Kegiatan yang dapat mengerahkan seluruh kekuatan Islam dengan
sendirinya akan menampakkan syiar Islam.
b. Pandangan
Kristen Protestan
Masalah kerukunan di lingkungan umat Kristen Protestan
selama lebih dari dua dasa warsa tidak mengalami permasalahan yang berarti dan
menunjukkan semangat keberagamaan yang mengembirakan.
Mengenai nila-nilai kerukunan yang terdapat dalam umat
Kristen Protestan yang perlu diingat yaitu terciptanya kesatuan pelayanan
bersama yang berpusat pada kasih Kristus. Di depan kita ada kebinekaan
masyarakat, pluralisme agama, kemiskinan maupun kekayaan yang dapat menggangu
iman dan kepercayaan seseorang, adanya banyak krisis isu Kristenisasi dan
isu-isu Peta Kerukunan Propinsi jawa Tengah yang lain yang menyibukkan kita
sepanjang masa. Begitu banyak masalah yang dihadapi oleh masyarakat Jawa
Tengah pada khususnya, akan tetapi Tuhan menempatkan umat-Nya dalam rangka
rencana menyelamatkannya. Kita sadar bahwa banyak masalah-masalah yang
dihadapi, namun kita harus bersyukur bahwa sudah banyak masalah yang dapat
diselesaikan walaupun hasilnya belum memuaskan. Karena situasi umum masyarakat
kita komplek dan menantang, begitu juga situasi kekristenan yang memprihatinkan
karena berkaitan dengan pertumbuhan baik yang bersifat kuantitas maupun
kualitas yang semu. Oleh karena itu perlu lebih kritis dalam menilai pertumbuhan
yang bersifat ke dalam, artinya berkaitan dengan gereja-gereja, agar jangan
terlalu gegabah untuk mengatakan sudah banyak yang kita perbuat dalam kesatuan
pelayanan. Di samping itu kita dituntut bersama atas misi yang sama terhadap
pelayanan bagi masyarakat untuk menjadi berkat bagi sentiap orang. Kesatuan
pelayanan itu didasarkan atas ketaatan dan kesetiaan kepada misi yang
dipercayakan sebagai umat yang satu dan yang menerima tugas yang satu, dari
Kristus untuk dunia.
c. Pandangan
Kristen Katolik
Pertama, Pembebasan Menuju Persaudaraan
Sejati. Masa depan bangsa ada di tangan kita juga. Kalau kita berkutat hanya
memikirkan luka-luka bathin, kita akan menetap dalam status quo identitas
kelompok. Dalam konteks Indonesia dewasa ini kalau kelompok-kelompok
masyarakat mampu membebaskan diri dari kepentingan kelompok dan berorientasi ke
kesejahteraan umum (bonum commune), proses membangun Indonesia menuju
persaudaraan sejati terjadi. Dalam orientasi itu diandaikan mampu melihat
nilai-nilai luhur yang ingiri diraih. Mungkin tidak disadari oleh kelompok,
tetapi dalam proses akan ditemukan, bahwa yang digali adalah penghormatan
terhadap martabat manusia sebagai pribadi. Dasar kemanusiaan ini akan
mengembangkan semangat solidaritas. Selanjutnya kalau makin berkembang akan
memiliki sikap mengutamakan keberpihakan pada yang lemah. Nilai-nilai universal
itulah yang hendaknya disasar dalam membangun persaudaraan sejati. Kedua,
Dialog Hidup Menuju Dialog Karya dan Sharing Iman. Apa arti dialog? Dialog
bukan hanya berdiskusi, tetapi juga meliputi semua hubungan antar umat beragama
yang positif dan konstruktif dengan pribadi pribadi dan jemaat-jemaat dari
agama lain, yang diarahkan untuk saling memahami dan saling memperkaya
pengetahuan.
Dalam mencapai kebenaran manusia menyadari baik
batas-batasnya maupun kemampuan-kemampuannya untuk mengatasinya. Orang yang
tidak memiliki kebenaran secara sempurna dan utuh, tetapi dapat bersama
orang-orang lain menuju kebenaran tadi. Peneguhan timbal balik, saling
mengoreksi dan hubungan persahabatan akan membawa rekan dialog menjadi makin
matang, yang pada akhimya akan menghasilkan persatuan antara pribadi. Dialog
kehidupan mencakup perhatian, penghormatan dan sikap ramah kepada orang lain
mengenal, identitas pribadinya, caranya mengungkapkan, nilai-nilai miliknya.
Dialog karya merupakan penemuan titik temu karya bersama dan kerjasama dengan
orang lain, lintas iman/agama/kepercayaan untuk tujuan yang ditentukan bersama.
Dialog sharing iman dimaksud agar saling membagi pengalaman iman mengenal pihak
lain, mengenai do'a, ungkapan ibadatnya dan lain-lain. Akhir-akhir ini muncul
di kalangan kaum muda lintas iman untuk hadir dalam upacara keagamaan, yang
cukup diterima umat. Untuk dialog sharing iman ini diandalkan para peserta
sudah maju tarap berfikimya, karena mereka itu sudah yakin akan kebenaran
agamanya sendiri, tetapi ingin diperkaya pengalaman bersama umat yang berbeda
imannya.
d. Pandangan
Hindu
Dalam upaya membina dan meningkatkan kerukunan umat agar
senantiasa melaksanakan atau mewujudkan dharma dalam bentuk karma sesuai dengan
swadharma masing-masing dan senantiasa memahami dan mengaplikasikan ajaran Tri
Rita Karana dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya di hafal ataupun diucapkan
saja. Dengan pemahaman swadharma, akan terhindar dari pola pikir meremehkan
orang lain, merendahkan orang lain, ataupun agama orang lain, karena derajat
manusia sesama ciptaan Tuhan adalah sama. Orang akan bekerja sesuai dengan
profesi, dan menghargai profesi orang lain sesuai dengan swadharmanya, karena
pada hakikatnya bekerja yang sesuai dengan dharma adalah merupakan pengabdian
kepada Tuhan. Dengan demikian akan tercipta rasa kedamaian dan keadilan sebagai
atas penunjang terciptanya kerjasama dan akhirya menciptakan kerukunan
sebagaimana yang diharapkan.
e. Pandangan
Budha
Nilai-nilai kerukunan yang terdapat dalam agama Budha yaitu
tercermin bagi umat Budha dalam menjalankan pelajaran 8 jalan utama, yaitu Pengertian
yang benar dan Pikiran yang benar, yang akan membawa Kebijaksanaan
dalam kehidupannya di dunia ini. Selanjutnya dengan Ucapan, Perbuatan
dan Mata Pencahariannya yang baik akan membawanya kepada Sila atau Budi
Pekertinya yang luhur. Sehingga bila mereka-mereka ini telah dapat
menjalankannya, setidak-tidaknya berusaha memenuhi lima jalan utamanya
terlebih dahulu, yaitu pengertian, pikiran, ucapan, perbuatan, dan mata
pencaharian yang baik, berarti bisa menjalankan kehidupan di dunia ini yang
lumrah sebagai manusia.
Mengapa Sang Budha mengajarkan Pengertian yang benar sebagai
jalan pertama dari delapan jalan utama yang diajarkan. Karena pengertian
yang benar dan baik itu. merupakan kunci yang utama dalam kehidupan sosial
bermasyarakat di dunia ini. Dalam hubungan berumah tangga, hubungan
bertetangga, hubungan dalam pekerjaan dan hubungan apa saja di dalam bermasyarakat
memerlukan pengertian yang benar dan baik, sehingga hubungan-hubungan itu bisa
berjalan dengan baik tanpa ada keributan, atau dengan kata lain tercipta adanya
kerukunan. Maka ada istilah yang mengatakan, bila anda merasa hidup ini merasa
menderita belajarlah dari agama Budha, nanti anda akan diajarkan sampai
mendetail bagaimana cara melepaskan penderitaan itu. Umat Budha itu
berpandangan bahwa manusia hidup di dunia ini pada dasarnya mengalami
penderitaan, maka dalam perjalanan hidup ini hindarilah hal-hal yang akan
menambah penderitaannya, dengan kunci, yaitu pengertian yang benar.
Salah satu penyebab konflik antar umat beragama adalah
disebabkan oleh pemahaman terhadap ajaran agama secara parsial, sehingga
pemahamannya tidak menjadi utuh. Pemahaman seperti ini akan melahirkan kelompok
masyarakat yang memiliki cara pandang yang sangat sempit, yang sering
mengakibatkan kekeliruan yang tidak mereka sadari. Ajaran agama, seharusnya
dipahami secara integral sosial menyeluruh sehingga pemahamannya menjadi lurus
sosial terhindar dari pemahaman yang ekstrim. Kelompok
kelompok sempalan dalam beragama yang umumnya bersikap keras dan kaku,
kebanyakan disebabkan oleh pemahaman yang secara parsial, sebagaimana
disebutkan diatas.
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA BERDAMPAK LUAS KEPADA
KETAHANAN NASIONAL
Kerukunan hidup beragama adalah
keharmonisan hubungan dalam dinamika pergaulan dan kehidupan bermasyarakat yang
saling menguatkan dan diikat oleh sikap pengendali diri dalam wujud: 1) Saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya; 2) Saling
hormat menghormati dan bekerja sama intem pemeluk agama, antara berbagai
golongan agama dan antara umatumat beragama dengan pemerintah yang sama-sama
beitanggung jawab membangun bangsa dan negara; 3) Saling tenggang rasa dengan
tidak memaksakan agama kepada orang lain.
Dalam rangka inilah Pemerintah melalui Departeman agama
bertugas membina, membimbing rakyat untuk beragama guna menjalankan agamanya,
sesuai dengan salah satu tugas pokok Dapertemen Agama, yaitu memelihara dan
melaksanakan falsafah negara pancasila dengan jalan membina, memelihara dan
melayani rakyat agar menjadi bangsa Indonesia yang beragama.
Peranan agama secara pribadi adalah penting, yaitu keyakinan
dan ketentuan beragama tiap-tiap individu untuk tidak menjalankan hal-hal yang
terlarang oleh agama. Karenanya sasaran penataan agama-agama dengan sendirinya
tidak lain ditujukan kepada pemeluk agamanya masing-masing, supaya lebih
mendalami penghayatan dan pengamalan ajaran-ajaran
agamanya. Dengan demikian kerukunan akan mudah terbina
jika setiap umat beragama taat ajaran agamanya masing-masing. Setiap agama mengajarkan
kerukunan dan kebaikan, maka kalau orang sungguh-sungguh mentaati ajaran agama
diharapkan kerukunan akan terbina.
Dalam kehidupan manusia yang demikian majemuk peran serta
agama sangat berpengaruh untuk memberikan pengertian bagi setiap umat bagaimana
hidup bertetangga dengan rukun dan penuh persahabatan dan tidak ada saling
mencurigai serta mampu memahami bahwa agama yang dipeluk oleh orang lain juga
mengajarkan hidup berdampingan dengan baik bahkan mampu saling menerima, serta
mencairkan kehidupan yang bersifat elitisme yang berarti hanya kelompok
tertentu yang diakui atau disegani.
Dialog serta diskusi pengembangan wawasan multikultural para
pemuka agama pusat dan daerah yang berlangsung selama 2 - 3 tahun ini
benar-benar memberikan perubahan bagi para pemuka agama baik di pusat dan di
daerah, hanya saja karena komunitas kehadiran yang terbatas kami ragu hal-hal
yang dicapai atau didiskusikan dalam kunjungan ini tidak sampai kepada yang
paling bawah atau umat binaan. Pluralitas bangsa Indonesia tercermin
dengan berbagai perbedaan, baik vertikal maupun horizontal namun perbedaan itu
disatu sisi dapat menjadi penghalang dalam menciptakan integrasi masyarakat,
tetapi di sisi lain dapat juga menjadi aset dan kekayaan bangsa yang dapat
mempermudah tercapainya kemajuan untuk seluruh warga. Apakah perbedaan
itu menjadi asset atau beban, terletak bagaimana cara kita mengelola perbedaan
perbedaan itu.
Kehidupan sosial yang tidak mengelompok dalam suatu
komunitas dan adanya interaksi di antara sesama warga komunitas dapat di lihat
sebagai potensi untuk terciptanya kerukunan antargolongan masyarakat, termasuk
antaragama. Oleh karena itu, perlu diciptakan arena-arena interaksi yang dapat
menjebatani perbedaan-perbedaan sosial yang dapat digalang untuk menciptakan
solidaritas sosial. Ada sejumlah struktur kegiatan dalam kehidupan sosial yang
dapat dijadikan akomodatif dan terbuka bagi semua golongan sehingga dapat
ineredam isu dan konflik yang dapat muncul, terutama konflik yang bersifat
antaar golongan atau antar kelompok.
Dalam kehidupan ekonomi tidak terlihat adanya identitas
agama yang diaktifkan untuk memenangkan persaingan dalam kehidupan ekonomi.
Dalam kehiduan ekonomi hubungan-hubungan itu berlangsung atas dasar keuntungan
yang diperoleh oleh masing-masing pihak yang terlibat.
Di bidang politik potensi rukun juga dapat terwujud apabila
kebijakan-kebijakan yang diambil tidak didasarkan alas pertimbangan-pertimbangan
subjektif karena persamaan agama dan etnik. Penempatan pejabat dalam
pemerintah yang tidak didasarkan alas kesamaan etnik oleh pejabat yang
menyangkutnya telah dapat meredam konflik antar golongan etnik. Kegiatan kerja
bakti di lingkungan ketetanggaan juga berpotensi menciptakan kerukunan.
Kegiatan kerja bakti atau gotong royong dapat dilihat sebagai kegiatan
kerjasama sosial kemasyarakatan yang didasarkan kebutuhan bersama yang sama
diperlukan oleh kelompok komunitas yang bersangkutan. Kegiatan kerja sama
untuk kepentingan bersama ini dapat menjembatani keterpisahan yang disebabkan
perbedaaan keyakinan keagamaan yang dianut. Kerja sama dan arena interaksi
lainnya dalam komunitas ketetanggaan dalam berbagai kelompok masyarakat dapat
dikembangkan untuk menciptakan suasana kerukunan hidup antar umat beragama
karena didasarkan atas keterikatan kepada tempat tinggal yang merasa dimiliki
bersama.
Kegiatan sosial yang dilandasi oleh
semangat kemanusiaan merupakan potensi untuk tercipta kerukunan. Bantuan yang
diberikan atas dasar kemanusiaan, tanpa menonjolkan kelompok keagamaaan yang
mendukungnya, dapat menghilangkan prasangka dan stereotip terhadap kelompok
keagamaan yang bersangkutan. Hal ini disebabkan adanya kerja sama dengan
pemerintah setempat dalam mendistribusikan bantuan itu sehingga terasa lebih
netral dan tidak ada maksud terselubung di balik pemberian bantuan itu.
Adanya masalah yang dirasakan sebagai
masalah bersama yang harus diatasi telah mendorong pula munculnya forum antar
golongan yang bisa menjebatani perbedaan dan membatasi hubungan di antara
mereka yang dapat menghambat interaksi dan kerja sama.
Potensi Kerukunan Hidup Umat Beragama. [2] Indonesia yang terdiri
dari berbagai macam suku, budaya dan agama dalam penyelenggaraan pemerintahan
sangat menjunjung tinggi demokrasi. Salah satu wujud dari terselenggaranya
demokrasi itu di antaranya memberikan kebebasan kepada warga negara untuk
memilih/memeluk agama yang menjadi keyakinan setiap warga negara dan
senantiasa dalam koridor saling menghormati satu dengan lainnya. Dalam kurun
waktu dua tahun belakangan ini, Indonesia tengah di koyak oleh kondisi politik
yang tentunya berdampak pada ekonomi kerakyatan dan segala uborampenya
ikut-ikutan porak-poranda.
Permasalahan-permasalahan yang
dihadapi, meliputi : kesenjangan ekonomi antar umat beragama dan perlakuan yang
berbeda terhadap tenaga kerja yang beragama lain, adanya pengakomodiran agama
sebagai alat untuk mempertahankan suatu kekuasaan (agama dipolitisasikan),
merebaknya budaya yang bertentangan dengan nilal-nilai moral, adanya
ketidaksamaan terhadap aset-aset yang dimiliki oleh tempat-tempat beribadah.
Mengenai situasi dan kondisi kehidupan umat beragama yang
diharapkan, yaitu adanya kesamaan berusaha/berkarir di sektor ekonomi,
mengadakan peningkatan kegiatan bersama untuk kepentingan kebaikan bersama,
menciptakan/menjadikan agama sebagai suatu yang netral dan bukan merupakan
salah satu alat untuk mensukseskan sebuah politik, terciptanya budaya yang
didasari dengan kemuliaan ajaran-ajaran agama, menciptakan sistem keamanan yang
baik dalam rangka menghindarkan penjarahan terhadap aset-aset yang dimiliki
oleh tempat-tempat ibadah.
Sedangkan usaha-usaha yang ditempuh untuk meningkatkan
kerukunan hidup umat beragama meliputi peningkatan sumber berdaya umat beragama
lewat pendidikan dan pelatihan di bidang ekonomi, mengadakan peningkatan
silaturahmi dengan mengedepankan keluhuran dan kebersamaan antar agama, menciptakan
stabilitas politik yang dinamis serta mensosialisasikan pengetahuan tentang
politik kepada masyarakat luas, mengadakan peningkatan pengajaran tentang
nilai-nilai agama untuk menanggulangi budaya yang merusak moral umat beragama,
mengadakan konsolidasi dengan pemuka-pemuka agama di suatu wilayah untuk
menata/mengatur strategi pengamanan tempat-tempat ibadah, mengadakan
peningkatan kewaspadaan, terpadu antara pemuka-pemuka agama demi terciptanya
keamanan bersama sehingga terciptanya tujuan pembangunan nasional yang
diharapkan dengan demikian Ketahanan Nasional (Tannas) yang kokoh akan terwujud
dengan sendirinya.
Ketahanan Nasional (Tannas) adalah kondisi dinamik bangsa
Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi
berisi keuletan dan ketangguhanyang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan
nasional .dalam menghadapi dan mengatasi segala Tantangan, Ancaman, Hambatan,
dan Gangguan baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun
yang tidak langsung untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungn hidup
bangsa dan Negara serta perjuangan mencapai Tujuan Nasional. Hakikat Ketahanan
Nasional adalah kemampuan dan kekuatan bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan
hidup bangsa dan negara dalam mencapai tujuan nasional.
Dalam uraian tersebut diatas, Ketahanan
Nasional adalah kondisi kehidupan nasional yang diinginkan. Proses untuk mewujudkan kondisi
tersebut memerlukan konsepsi yang dinamakan konsepsi Ketahanan Nasional
(Konsepsi Tannas).[3]
Konsepsi Tannas adalah konsepsi pengembangan kemampuan dan
kekuatan nasional melalui pengeturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan
keamanan yang seimbang, serasi, dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan
secara utuh, menyeluruh dan terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan
Wasantara. Konsepsi Tannas merupakan sarana untuk mewujudkan
kemampuan dan kekuatan nasional.
Hakekat konsepsi Tannas adalah
pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang,
serasi dan selaras dalam kehidupan nasional. Ketahanan Nasional
mengandung prinsip dasar pengejawantahan Pancasila, UUD 1945 dan
berpedoman kepada wasantara dalam segenap aspek kehidupan nasional secara
terpadu, utuh, menyeluruh.
Peranan Ketahanan Nasional dan konsepsi Ketahanan Nasional
dalam kehidupan Nasional dan pembangunan nasional adalah :
- Tannas merupakan tolok ukur kondisi
keberhasilan penyelenggaraan kehidupan nasional dan pembangunan nasional.
- Tannas yang tangguh akan lebih
mendorong laju pembangunan nasional dan keberhasilan pembangunan nasional akan
lebih meningkatkan ketangguhan Tannas.
- Konsepsi Tannas merupakan
metode dan pendekatan komprehensif integral dalam penyelenggaraan kehidupan
nasional dan pembangunan nasional.
- Konsepsi Tannas sebagai pola
dasar pembangunan nasional yang dilakukan melalui RPJMN.
Proses pelaksanaan pembangunan harus
terus berlangsung dan mencakup seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara sehingga diperlukan suatu Ketahanan Nasional yang kokoh, yang
mampu mengantisipasi berbagai kecenderungan ancaman yang dapat terjadi
ditengah-tengah masyarakat, dan perlu mendapat perhatian bahwa dalam mewujudkan
ketahanan yang kokoh perlu didukung oleh seluruh umat beragama di Indonesia
yang memiliki pemahaman yang utuh atas nilai nasional dan memiliki kepekaan
sosial yang tinggi.
PENUTUP
a.
Kesimpulan.
Bangsa Indonesia ditakdirkan sebagai
sebuah bangsa dengan corak masyarakat yang plural (pluralistic society).
Pluralitas masyarakat Indonesia ditandai dengan ciri yang bersifat horizontal
dan vertikal. Ciri horizontal terlihat pacta kenyataan adanya kesatuan-kesatuan
sosial yang berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, agama, adat sella
kedaerahan. Kemajemukan ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keadaan
geografis, bisa merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya kepada
terciptanya pluralistik suku bangsa Indonesia.
Dalam upaya membangun kerukunan hidup
antar umat beragama, serta mengurangi konflik sosial dan tindak kekerasan yang
terjadi pada masyarakat, maka seluruh komponen bangsa harus menyamakan langkah
dan meningkatkkan persaudaraan yang kemudian diujudkan dalam agenda-agenda yang
kongkrit. Pesan
elit politik dan pemuka agama haruslah menjadi garda depan dalam melaksanakan
langkah-langkah menuju pada perbaikan dalam sistem bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Saat ini kemajemukan berkembang cepat akibat pembangunan di
berbagai daerah. Daerah yang tadinya homogen, tiba-tiba berkembang menjadi
heterogen. Hal ini kurang atau tidak diimbangi dengan kelancaran komunikasi
antara sesama kelompok masyarakat bahkan sebagian kelompok masyarakat menjadi
asing bagi masyarakat lainnya, meskipun tinggal di wilayah yang sama. akibatnya
muncul dan berkembang rasa saling curiga. Maraknya dialog antar
umat beragama yang terjadi saat ini ternyata belum sanggup untuk seratus persen
menghentikan adanya konflik di masyarakat, baik yang dipicu oleh kesenjangan
sosial ataupun yang juga diduga disebabkan oleh permasalahan agama.
Keadaan seperti ini akan semakin
sulit jika jembatan komunikasi di antara pemuka agama dan tokoh masyarakat
kurang atau tidak tersedia. Kegagalan berkomunikasi dan ketidakmampuan
mengelola perbedaan dengan baik, dapat mengakibatkan krisis yang semestinya
dapat diredam, justru berkembang menjadi lebih besar dan sulit untuk
ditanggulangi.
Kerukunan hidup beragama adalah
keharmonisan hubungan dalam dinamika pergaulan dan kehidupan bermasyarakat yang
saling menguatkan dan diikat oleh sikap pengendali diri dalam wujud: 1) Saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya; 2) Saling
hormat menghormati dan bekerja sama intem pemeluk agama, antara berbagai
golongan agama dan antara umatumat beragama dengan pemerintah yang sama-sama
beitanggung jawab membangun bangsa dan negara; 3) Saling tenggang rasa dengan
tidak memaksakan agama kepada orang lain.
b.
Saran.
Sebelum aturan itu dibuat atau
diundangkan pemerintah harus melihat apakah masyarakat kita bisa menerima
kehadiran aturan itu apa tidak. Membangun keutuhan serta kebersamaan yang
diharapkan bangsa sehingga aturan yang dibuat tidak menimbulkan gejolak atau
kecurigaan sesama umat atau memang perlu terlebih dahulu dilakukan penyuluhan
ataupun pendidikan untuk mendalami materi-materi yang dituangkan dalam aturan
atau undang-undang yang diberlakukan.
Konflik adalah kodrati manusia yang
hidup dan berkembang. Konflik dapat dijadikan sebagai sebuah
bentuk pendekatan untuk memberikan rangsangan kepada seseorang atau sekelompok
orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Semangat penyiaran agama dikalangan
penganutnya perlu dibina dan dikembangkan dalam bingkai kerukunan dan
perdamaian. Aktivitas penyiaran agama harus mematuhi ketentuan yang telah
ditetapkan dan harus menjunjung tinggi etika yang berhubungan dengan hal
tersebut.
Peran pemerintah sangat diperlukan
dalam rangka pencerdasan umat beragama. Peran itu dapat diwujudkan antara lain
dengan menyalurkan tenaga penyuluh agama yang cerdas dan bertanggung jawab.
Peran yang sama diharapkan tumbuh dikalangan organisasi social keagamaan. Umat
beragama yang lebih cerdas tidak mudah terkena provokasi dan ajakan yang
menyesatkan dan merugikan warga masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, ”Kebijakan Departemen Agama dari
Masa Ke Masa, Dalam Kurun Setengah Abad”, Badan Litbang Keagamaan Depag,
Jakarta, 1996.
Taher Tarmizi dan Moch. Basofi Soedirman, ”Ham dan
Pluralisme Agama” Pusat Kajian Strategi dan Kebijakan (PKSK),
Surabaya,1997.
Yusuf Fuad Choirul dan Muchtamil, ”Berbagai Aspek Penelitian
Keagamaan di indonesia, Kumpulan Sinopsis Hasil Penelitian” Badan Litbang
Keagamaan Depag, Jakarta, 2000.
Jalaluddin, H, Dr. Prof, ”Psikologi Agama”, Edisi
Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.
Suryosumarto Budisantoso, H,”Ketahanan Nasional
Indonesia, Penangkal Disintegrasi bangsa dan Negara”, Pustaka Sinar
harapan, Jakarta, 2001.
Daulay Zainuddin, M ”Mereduksi Eskalasi Konflik Antar
Umat Beragama Di Indonesia, Badan Litbang dan Diklat Keagamaan, Jakarta,
2001.
Pranowo Bambang, M dan Darmawan, ”Reorientasi Wawasan
Kebangsaan di Era Demokrasi” Departemen Pertahanan RI dan Adicita karya
Nusa, Yogyakarta, 2003.
Departemen Agama RI, ”Riuh di Beranda Satu, Peta
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia”, badan Litbang dan Diklat Keagamaan’
Jakarta, 2003.
Setiabudi Natan, Pdt, Ph.D, ”Kerukunan Umat Beragama
di Indonesia Dalam Kepentingan Nasional Indonesia”, Jurnal Paskal, Pusat
Kajian Strategis kepentingan nasional, Jakarta, 2003.
Achmad Firdaus, ”Komunikasi Lintas Agama dan Budaya,
Upaya membangun Paradigma Dialog Bebas Konflik, Potret Kerukunan Umat Beragama
di Indonesia”, Puslitbang Kehidupan Beragama Badan Litbang dan Diklat
Keagamaan, Jakarta, 2005.
Lubis Ridwan HM, Prof, DR, ”Meretas Wawasan &
Praksis Kerukunan Umat Beragama di Indonesia”, Departemen Agama RI, Badan
Litbang dan Diklat Keagamaan, Jakarta, 2005.
Departemen Agama RI, ”Kompilasi Peraturan
Perundang-undangan Kerukunan Hidup Umat Beragama”, Edisi Kedelapan, Badan
Litbang dan Diklat Keagamaan, Jakarta, 2006.
[1] Departemen Agama RI, Kebijakan Departemen Agama Dari Masa
ke Masa, Dalam Kurun Setengah Abad, Jakarta, 1996, hal110.
[2] Departemen Agama RI, Riuh Di Beranda Satu, Peta Kerukunan
Umat Beragama Di Indonesia, Badan Litbang Dan Diklat Keagamaan, Jakarta, 2003,
hal, 109.
[3] Suryosumarto Budisantoro, H. “Ketahanan Nasional Indonesia,
Penangkal Disintegrasi Bangsa dan Negara” Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001,
hal. 54.
Perbaiki lagi lah gan BLOG nya, kesannya berantakan bgt karna layout nya dan ada namanya muter" makin berkesan kacau
BalasHapus