A. SEJARAH
PERKEMBANGAN MUNCULNYA SOSIOLOGI
Semua bidang
intelektual dibentuk oleh setting sosialnya. Hal ini terutama berlaku untuk
sosiologi, yang tak hanya berasal dari kondisi sosialnya, tetapi juga menjadikan
lingkungan sosialnya sebagai basis masalah pokoknya. Kita akan memusatkan
perhatian pada beberapa kondisi sosial terpenting abad 19 dan awal 20 yang
sangat signifikan dalam perkembagan sosiologi.
1.
Revolusi
Politik
Rentetan panjang
revolusi politik yang dihantarkan oleh revolusi perancis 1789 dan revolusi yang
berlangsung sepanjang abad 19 merupakan faktor yang paling besar perannya dalam
perkembangan sosiologi. Dampak revolusi politik terhadap masyarakat sangat dahsyat
dan banyak perubahan positif yang telah dihasilkannya. Tetapi, yang menjadi
sasaran perhatian kebayakan ahli teori itu bukan konsekuensi positifnya, tetapi
efek negatifnya. Para pemikir merasa prihatin dengan munculnya
chaos dan kekacauan yang ditimbulkan revolusi, terutama di perancis. Mereka
bertekad untuk berupaya memulihkan ketertiban masyarakat. Sejumlah pemikir
yang lebih ekstrem saat itu benar-benar ingin kembali ke keadaan seperti
Abad pertengahan yang penuh kedamaian dan ketertiban. Pemikir yang lebih
canggih menyadari bahwa ada kemungkinan untuk menciptakan perubahan sosial yang
dapat mengembalikan kepada keadaan yang didambakan itu. Karena itu mereka
mencoba menemukan landasan tatanan baru dalam masyarakat yang telah
dijungkirbalikkan oleh revolusi politik abad 18 dan 19. Perhatian terhadap
masalah ketertiban sosial ini menjadi salah satu perhatian utama teoritisi
sosiologi klasik, terutama Comte dan Durkheim.
2.
Revolusi
Industri Dan Kemunculan Kapitalisme
Revolusi politik dan
revolusi industri yang melanda masyarakat Eropa terutama di abad 19 dan awal
abad 20 merupakan faktor langsung yang munculkan sosiologi. Revolusi industri
bukan kejadian tunggal, tetapi merupakan berbagai perkembangan yang saling
berkaitan yang berupnyak pada transformasi dunia Barat dari corak sistem
pertanian menjadi sistem industri. Banyak orang meninggalkan usaha pertanian dan
beralih ke pekerjaan industri yang ditawarkan oleh pabrik-pabrik yang sedang
berkembang. Pabrik itu sendiri telah berkembang pesat berkat kemajuan
teknologi. Birokrasi ekonomi berskala besar muncul untuk memberikan pelayanan
yang dibutuhkan oleh industri dan sistem ekonomi kapitalis. Harapan utama dalam
sistem ekonomi kapitalis adalah sebuah pasar bebas tempat memperjualbelikan
berbagai produk industri. Di dalam sistem ekonomi kapitalis inilah segelintir
orang mendapat keuntungan sangat besar sementara sebagaian besar orang lainnya
yang bekerja membanting tulang dalam jam kerja yang panjang menerima upah yang
rendah. Dari situasi seperti itulah munculnya reaksi menentang sistem industri
dan kapitalisme pada umumnya. Reaksi penentangan ini selanjutnya diikuti oleh
ledakan gerakan buruh dan berbagai gerakan radikal lain yang bertujuan
menghancurkan sistem kapitalis.
Revolusi industri,
kapitalisme dan reaksi penentangan tersebut menimbulkan pergolakan dahsyat
dalam masyarakat Barat. Pergolakan ini pula yang sangat mempengaruhi para
sosiolog. Empat tokoh utama dalam sejarah awal teori sosiologi (Marx, Weber,
Durkheim dan Simmel) sangat prihatin terhadap perubahan-perubahan sosial besar
dan berbagai masalah yang ditimbulkannya bagi masyarakat sebagai keseluruhan.
Keempat tokoh ini menghabiskan hidupnya untuk mempelajari masalah tersebut, dan
dalam berbagai kasus mereka berupaya keras mengembangkan program yang dapat
membantu menyelesaikan masalah itu.
3.
Kemunculan
Sosilaisme
Seperangkat upaya
perubahan yang bertujuan menanggulangi ekses sistem industri dan kapitalisme
itu dapat dimasukkan dalam istilah “sosialisme”. Meskipun beberapa
sosiolog lebih menyukai makna sosialisme sebagai solusi atas masalah industri,
namun sebagaian besar sosiolog secara pribadi maupun secara intelektual
menentang pengertian yang demikian. Marx adalah pendukung aktif penghancuran
sistem kapitalisme dan hendak menggantikannya dengan sistem sosialis. Meski
marx tak mengembangkan teori sosialisme namun ia mengembangkan banyak waktunya
untuk mengkritik berbagai aspek masyarakat kapitalis. Ia pun terlibat dalam
berbagai aktivitas politik yang diharapkannya dapat membantu melahirkan
masyarakat sosialis.
Marx tak sendirian di
tahun-tahun permulaan perkembangan sosiologi. Sebagian besar teoritisi di tahun
permulaan ini, seperti Weber dan Durkheim, menentang sosialisme (setidkanya
menentang sosialisme seperti yang diimpikan Marx). Kendati mereka menyadari
adanya berbagai masalah dalam masyarakat kapitalis namun, menurut mereka,
mencoba melakukan reformasi di dalam sistem kapitalisme akan jauh lebih baik
ketimbang mengadakan revolusi sosial seperti yang didesakkan Marx. Mereka lebih
mengkhawatirkan sosialisme daripada kapitalisme. Ketakutan ini memainkan peran
yang lebih besar ketimbang dukungan Marx terhadap sosialisme sebagai pengganti
kapitalisme.
4.
Feiminisme
Dalam satu pengertian,
selalu ada perspektif feminis. Dimana pun perempuan disubordinasikan dan mereka
disubordinasikan hampir di mana saja mereka tampaknya lebih mengakui dan
memprotes situasi itu dalam berbagai bentuk ( Lerner,1993). Sementara feminis
awal dapat dilacak kembali ke 1630-an, aktivitas dan tulisan feminis mencapai
puncaknya pada gerakan liberalis di dalam sejarah Barat modern. Gelombang
pertama produktivitas ini terjadi pada 1780-an
dan 1790-an dengan munculnya perdebatan di seputar revolusi Perancis dan
Amerika; usaha yang lebih terorganisir dan terfokus muncul pada 1850-an sebagai
bagian dari mobilisasi menentang perbudakan dan mendukung hak-hak politik untuk
kelas menegah; dan mobilisasi masif untuk hak pilih perempuan dan reformasi
undang-undang kewargaan dan industrial di awal abad 20, khususnya di Eropa
Progresif di Amerika Serikat.
Semuanya ini sangat
mempengaruhi perkembangan sosiologi, khususnya pada sejumlah karya perempuan
yang berkaitan dengan bidang ini, seeperti Harriet Martineau, Charlotte Perkins
Gilman, Jane Addams, Florence Kelley, Anna Julia Cooper, Ida Wells-Bernett,
Marianne Weber, dan Beatrice Potter Webb. Tetapi, karya-karya mereka sering
kali terdesak ke pinggiran, dan diserobot, diabaikan, atau diremehkan oleh
lelaki yang menyusun sosiologi sebagai basis kekuatan profesional. Perhatian
feminis hanya masuk ke sisi pinggiran dalam sosiologi, dalam karya-karya
teoritisi pria marginal, atau teoritisi perempuan yang terus menerus
dipinggirkan. Kaum pria yang memegang pusat kekuasaan dalam bidang ini mualai
dari Spencer, melalui Weber dan Durkheim merepon argumen feminis tersebut
secara konservatif, dan membuat isu jender menjadi topik yang terpisah.
Terhadap topik ini mereka lebih banyak memberi respon konservatif ketimbang
kritis.
5.
Urbanisasi
Sebagai akibat Revolusi
Industri, banyak orang di abad 19 dan 20 tercabut akarnya dari lingkunagan
pedesaan mereka dan pindah ke lingkungan urban. Migrasi besar-besaran ini
sebagian besar disebabkan oleh lapangan kerja yang diciptakan sistem industri
di kawasan urban. Tetapi, migrasi ini menimbulkan berbagai persoalan bagi orang
yang harus menyesuaikan diri dengan kehidupan urban. Lagi pula, perluasan kota
menimbulkan sederetan masalah urban, seperti kepadatan yang berlebihan, polusi,
kebisingan, kepadatan lalu lintas dan sebagainya. Kondisi kehidupan urban dan
berbagai masalah yang di hadapinya menarik perhatianbanyak sosiolog.
6.
Pertumbuhan
ilmu pengetahuan (Sains)
Produk teknologi dari
sains tersebar dan meresapi setiap sektor kehidupan dan seiring dengan itu
sains mendapat prestise yang sangat besar. Ini berkaitan erat dengan sukses
besar sains (fisika, biologi, dan kimia) sehingga mendapat tempat terhormat
dalam masyarakat. Para sosiolog awal ( terutama Comte dan Durkheim) semula
memang telah berkecimpung dalam sains itu dan banyak yang menginginkan agar
sosiologi meniru kesuksesan ilmu biologi dan fisika. Tetapi, perdebatan segera
berkembang antara orang yang sungguh-sungguh ingin memerima model sains dengan
yang berpendapat bahwa ciri-ciri kehidupan sosial yang sangat berbeda dengan
ciri-ciri objek studi sains akan menimbulkan kesukaran dan tidak bijaksana bila
mencontoh model sains secara utuh.
B. PERKEMBANGAN
SOSIOLOGI DI INDONESIA
Pemimpin pergerakan
indonesia dalam ilmu pengetahuannya memasukkan unsur-unsur sosiologi dalam
ajaran-ajarannya. Seperti Ki Hajar Dewantoro memasukkan kepemimpinan dan
keluarga indonesia kedalam konsep sosiologi. Masa belanda sosiologi belum
berdiri sendiri tetapi konsepnya digunakan dalam ilmu pengetahuan, seperti
tulisan Snouck Hurgronje dan Van Vollenhoven. Sosiologi dianggap sebagai ilmu
pembantu bagi ilmu-ilmu lain, seperti Hukum. Sosiologi dipelajari di Sekolah
Tinggi Hukum dengan sifatnya filsafat sosial dan teoritis. Pada tahun 1934/35
kuliah sosiologi ditiadakan karena pengetahuan tentang bentuk dan susunan
masyarakat beserta proses yang terjadi di dalamnya tidak diperlukan dalam
hubungan dengan engajaran hukum.
Setelah kemerdekaan,
sosiologi diajarakan kembali oleh Soenario Kolopaking di FISIPOL UGM.
“Sosiologi untuk masyarakat Indonesia” suatu judul buku pertama kali yang
memuat sosiologi yang modern. Selanjutnya sosiologi diajarkan diperguruan
tinggi pada Fakultas sosiologi politik dan kemasyarakatan.
C. PENGERTIAN
SOSIOLOGI
Secara
etimologis, istilah “sosiologi” terdiri dari Socius (dari bahasa latin, artinya
teman) dan logos (dari bahasa yunani, artinya kata, sabda, ilmu). Tetapi
merumuskan secara jelas pengertian sosiologi bukanlah pekerjaan yang mudah.
Soalnya, ilmu ini mempunyai berbagai aliran atau segi pandangan. Misalnya ada
Verstehende Soziologie yang bertujuan untuk mengerti realitas sosial; ada
Sosiologi Positivistis yang mengkaji hubungan kausal menurut contoh dan metode
ilmu alam; ada Fungsionalisme yang memandang masyarakat sebagai kesatuan di
mana lembaga-lembaganya merupakan bagian-bagian yang saling bergantung; ada
sosiologi konflik yang memandang masyarakat pada dasarnya terbagi dalam
kelompok-kelompok kepentingan; ada sosiologi Kritis, misalnya mazhab Frankfurt,
yang mengutamakan nilai-nilai sosial-budaya dalam mengkritik masyarakat yang
lama dan membangun masyarakat baru yang lebih manusiawi; dan lain-lain. Maka
tidak mengherankan bila istilah yang sama itu-sosiologi-bisa digunakan dengan
pengertian yang berbeda-beda.
Mengerti
apa itu sosiologi penting artinya, maka kita akan memulai dengan membuat
sedikit catatan historis tentang asal-usul istilah tersebut. Yang kita
bicarakan adalah sosiologi sebagai suatu ilmu empiris. Dan itu berarti kita
bertolak dari ilmuan dari perancis, Auguste Comte (1798-1857) yang
dikenal sebagai bapak sosiologi. Istilah “sosiologi” pertama kali digunakan
pada tahun 1839 oleh Auguste Comte. Sebelumnya Auguste Comte menggunakan
istilah “fisika sosial” untuk maksud yang sama. Namun, karena istilah “fisika
Sosial” itu sudah digunakan oleh Quetelet, ahli matematika dari Belgia, untuk
menunjuk studi statistika tentang gejala moral (1836), maka comte kemudian
menggantinya dengan istilah “sosiologi”. Namun demikian, sejarah mencatat bahwa
Emile Durkheim ilmuan sosial perancis yang kemudian melembagakan sosiologi
sebagai disiplin akademis. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi sebagai disiplin
akademis.
Di
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kata Sosiologi diberi tanda (E) karena
dianggap berasal dari Eropa. Istilah sosiologi diartikan sebagai suatu ilmu
yang mempelajari sifat keadaan dan pertumbuhan masyarakat (kehidupan manusia
dalam masyarakat).
Disamping
itu, terdapat pula beberapa pengertian atau defenisi tentang sosiologi yang dikemukakan para sosiolog,
antara lain :
1.
Auguste
Comte
Sosiologi
sebagai ilmu tentang masyarakat. Sosiologi berupaya memahami kehidupan manusia,
sejauh kehidupan itu dapat ditinjau atau diamati melalui metode empiris. Dalam
sosiologi, masyarakat dipandang sebagai unit dasar analisis, sedang varian
lainnya, seperti keluarga, politik, ekonomi, keagamaan, dan interaksinya
merupakan sub-analisi. Fokus perhatian sosiologi, adalah tingkah laku manusia
dalam konteks sosial.
2.
Pitirin
A. Sorokin
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam
gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral),
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik
antara gejala sosial dengan gejala non-sosial,dan yang terakhir, sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.
3.
Roucek
dan Warren
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
4.
William
F. Ogburn dan Mayer F. Nimkopf
Sosiologi
adalah penelitian secara ilmiah terhadap interkasi sosial dan hasilnya, yaitu
organisasi sosial.
5.
J.A.A
Von Dorn dan C.J.Lammers
Sosiologi
adalah ilmu pengetahuan tentang struktur- struktur dan proses-proses kemasyarakatan
yang bersifat stabil.
6.
Max
Weber
Sosiologi
adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
7.
Paul
B. Horton
Sosiologi
adalah ilmu yang memusatkan penelaan pada kehidupan kelompok dan produk
kehidupan kelompok tersebut.
8.
Allan
Jhonson
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya
dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan
bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.
9.
William
Kornblum
Sosiologi
adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial
anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok
dan kondisi.
10. Selo Sumardjan dan
Soelaeman Soemardi
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk
perubahan sosial. Selanjutnya dijelaskan, bahwa :
a. Struktur sosial
adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur yang pokok, yaitu kaidah-kaidah
sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial,
serta lapisan-lapisan sosial.
b. Proses sosial
adalah pengaruh timbal balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, umpamanya
pengaruh timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan
politik, antara segi kehidupan hukum dengan segi kehidupan agama, antara segi
kehidupan agama dengan segi kehidupan ekonomi, dan lain sebagainya. Dikatakan,
bahwa salah satu proses sosial yang bersifat tersendiri ialah dalam hal
terjadinya perubahan-perubahan di dalam struktur sosial.
11. Soerjono Sukanto
Sosiologi
adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang
bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan
masyarakat.
Berkenaan dengan beberapa
pengertian tetang sosiologi sosiologi di
atas, ternyata pengertian cukup variatif tergantung dari segi mana pemberi
pengertian atau defenisi memmandangnya. Hal yang demikian merupakan permainan bahasa dari orang yang
memberikan pengertian dan sama sekali bukanlah sesuatu yang awam, akan tetapi sudah
lumrah dalam alam akademik.
D. BEBERAPA
PANDANGAN SOSIOLOG
a) Priode
Pra Aguste Comte
Pada hakikatnya sebelum
sosiologi diakui sebagai suatu ilmu pengetahuan, memang sudah banyak orang dan
ahli maupun filosofi yang selalu mempersoalkan masalah-masalah kemasyarakatan.
Bahkan suadah banyak teori-teori yang dimunculkan, namun kesemuanya itu belum
dapat diaktegorikan sebagai sosiologi dalam arti ilmu pengetahuan. Pandangan
para ilmuan yang mempersoalkan masalah-masalah kemasyarakatan sebelum Auguste
Comte, antara lain :
1.
Plato
(429-347 SM)
Menurut Friedlander (1967), bahwa
Plato adalah filosof Romawi yang berhasil menemukan teori tentang bentuk negara
didasarkan pada pengamatan kritis terhadap sistem-sistem sosial. Plato
menyatakan, bahwa seebenarnya masyarakat merupakan refleksi dari manusia
perseorangan. Suatu masyarakat akan mengalami kegoncangan, sebagaimana halnya
dengan manusia perseorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya.
Jiwa manusia
terdiri dari tiga unsur yakni nafsu, semangat dan intelegensia.sedang
intelegensia merupakan unsur pengendali sehingga suatu negara seyogyanya juga
merupakan refleksi dari ketiga unsur
yang berimbang secara serasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dengan jalan
menganalisis lembaga-lembaga yang ada di dalam masyarakat sehingga Plato berhasil
menunjukkan hubungan fungsional antara lembaga-lembaga tersebut yang merupakan
suatu kesatuan yang bersifat menyeluruh.
2.
Aristoteles
(384-322)
Apabila diperhatikan
pernyataan-pernyataan Aristoteles, dapat dipastikan bahwa Beliau mengikuti
sistem aanalisis organis yang dicetuskan plato. Di dalam bukunya berjudul
politics, Arisoteles mengadakan analisis mendalam terhadap lembaga-lembaga
politik yang ada di dalam masyarakat.
Istilah politik yang dipergunakan
diartikan secara luas, yakni mencakup masalah ekonomi dan sosial. Pengertian
seperti itu telah terlebih dahulu dipergunakan oleh plato, sehingga diadakan
suatu analogi antara masyarakat dengan organisme biologis manusia. Di samping
itu, Aristoteles menggaris bawahi kenyataan dengan manyatakan bahwa basis
masyarakat adalah moral atau etika dalam arti sempit.
3.
Ibnu
Khaldun (1332-1406)
Ibnu
Khaldun dijuluki sebagai bapak sosiologi pada zamannya, karena Beliau adalah
filosof bangsa Arab yang berhasil mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk
menafsirkan kejadian-kejadian sosial dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah.
Menurut Ibnu Khaldun, bahwa faktor
yang menyebabkan bersatunya manusia di dalam suku-suku, klan, negara, dan
sebagainya, disebabkan karena adanya rasa solidaritas. Faktor inilah yang
menyebabkan adanya ikatan dan usaha-usaha atau aktivitas-aktivitas bersama
antar manusia.
4.
Thomas
More, Campanella dan Machiavelli (1200-1600)
Ketiga ilmuan ini masih terpengaruh
pada gagasan-gagasan terhadap adanya masyarakat-masyarakat yang ideal, akan
tetapi ketiga berusaha meisahkan politik dari moral, sehingga terjadi suatu
pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat. Oleh sebab itu, gagasannya
berorientasi pada teori-teori politik dan sosial dengan memusatkan perhatian
pada mekanisme pemerintahan.
5.
Hobbes
(1588-1679)
Hobbes adalah salah seorang
intelektual ternama di abad XVII, dikenal sebagai ilmuan melalui tulisannya
berjudul The Levianthan. Beliau beranggapan, bahwa dalam keadaan alamiah dan
kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan mekanis sehingga manusia
selalu saling berkelahi.
Walupun demikian, Beliau mempunyai
pemikiran bahwa hidup damai dan tentram jauh lebih baik. Keadaan seperti itu
baru dapat tercapai, apabila didasarkan atas suatu perjanjian dengan
pihak-pihak yang mempunyai wewenang di bidang pemeliharaan ketenteraman. Agar
keadaan damai terpelihara, orang-orang harus me matuhi pihak yang mempunyai wewenang,
sehingga masyarakat dapat berfungsi sebagaimana seharusnya.
Berkenaan dengan itulah, sehingga
suatu kewajaran apabila melalui pernyataan-pernyataan Hobbes dapat dipandan
sebagai mewakili alam pemikiran para intelektual di abad XVII. Anggapan-anggapan yang muncul
ketika itu, bahwa lembaga-lembaga kemasyarakatan terikat pada hubungan-hubungan
yang bersifat tetap. Walupun demikian, patut dimaklumi bahwa mulai ada
tanda-tanda akan munculnya anggapan-anggapan baru tentang adanya relativitas atas dasar lokalitas dan waktu.
6.
John
Locke (1632-1704)
Lain halnya dengan John Locke,
mempunyai pandangan bahwa pada dasarnaya setiap manusia mempunyai hak-hak asasi
antara lain hak untuk hidup, kebebasan dan hak atas harta benda. Sedangkan
mengenai kontrak antara warga masyarakat dengan pihak yang mempunyai wewenang,
sifatnya atas dasar pamrih.
Kemudian apabila ternyata pihak
yang mempunyai wewenang gagal memenuhi prestasi-prestasi dalam kontrak, maka
secara ex offico warga masyarakat berhak untuk menentukan sikap dengan cara
memilih pihak lain sebagai panutan.
7.
J.J.
Rousseau (1712-1778)
J.J. Rousseau berpendapat, bahwa
yang tercipta antara pemerintah dengan orang yang diperintah menyebabkan
tumbuhnya suatu kolektivitas yang mempunyai keinginan-keinginan sendiri. Keinginan-keinginan
sendiri dimaksud, yakni keinginan yang bersifat universal.
Keinginan-keinginan universal,
yaitu perpaduan antara keinginan pemerintah dengan keinginan orang diperintah.
Oleh sebab itu, keinginan-keinginan yang bersifat universal tidak akan sama
atau berbeda dengan keinginan-keinginan dari masing-masing individu.
8.
Sain-Simon
(1760-1825)
Sain-Simon berpendapat, bahwa
manusia hendaknya dipelajari dalam kehidupan berkelompok. Di dalam bukunya yang
berjudul Memoirs Sur Ia Science de I Home, secara tegas mengungkapkan bahwa
ilmu politik merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersifat positif.
Lebih lanjut diungkapkan, bahwa
masalah-masalah dalam ilmu politik hendaknya dianalisis dengan metode-metode
yang lazim dipakai terhadap gejala-gejala yang lain. Kemudian dikatakan pula,
bahwa masyarakat bukanlah semata-mata merupakan suatu kumpulan dari orang-orang
belaka yang tindakan-tindakan tidak mempunyai sebab, kecuali kemauan dari
masing-masing pihak.
Kumpulan dari orang-orang tersebut,
hidup karena adanya dorongan dari organ-organ tertentu. Sedang organ-organ
tertentu dimaksud, mempengaruhi setiap manusia untuk melakukan fungsi-fungsi
tertentu dalam masyarakat.
b) Priode
Auguste Comte
Teori-teori yang dimunculkan para intelektual di
atas, kemudian ditindak lanjuti dengan cara diperbaiki, diperluas, dan
diperhalus. Hal ini dimaksudkan, untuk dijadikan sebagai salah satu ciri dari
sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan.
berpijak dari inisiatif Auguste Comte
mempublikasikan beberapa tulisannya.Di dalam tulisan Auguste Comte, antara lain
menyatakan;…saatnya telah tiba bahwa semua penelitian terhadap soal-soal
kemasyarakatan dan gejala-gejala masyarakat memasuki tahap akhir yaitu tahap
ilmiah. Oleh sebab itu, agar semua peenelitian terhadap masyarakat ditingkatkan
menjadi suatu ilmu tentang masyarakat yang berdiri sendiri disebut sosiologi.
Kemudian menurut D.W.Rossides, bahwa
Auguste Comte mengambil ide-ide intelektual sebelumnya seperti Saint Simon dan
Montesguieu dan menggabungkannya ke dalam suatu karya komprehensif, kemudian
mengklaim bahwa kehiduapn manusia dapat dipelajari dengan mempergunakan teknik-teknik
yang sama seperti yang dipakai dalam ilmu alam. Titik berat argumen Auguste
Comte terletak pada asumsi, bahwa terdapat suatu tatanan alamiah dimana
kehidupan manusia dapat dipahami.
Pemberian julukan sebagai Bapak
Sosiologi disebabkan adanya beberapa kontribusi dari Auguste Comte terhadap
eksistensi sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan,antara lain :
1. Ilmu
sosiologi harus didasarkan pada pengamatan, perbandingan, eksperimen dan metode
historis secara sisrematis.
2. Memberikan
sumbangan pemikiran perkembangan sosiologi lebih dikenal dengan hukum kemajuan
manusia atau tiga jenjang, sekaligus menjelaskan gejala alam dan gejala sosial.
Lebih lanjut dikatakan, bahwa setiap manusia akan melewati tiga jenjang sebagai
berikut :
a) Jenjang teologi;
yakni segala sesuatu yang dijelaskan dengan mengacu pada hal-hal yang bersifat
adikodrati.
b) Jenjang metafisika;
yakni manusia memahami sesutu dengan mengacu kepada kekuatan-kekuatan metafisik
atau hal-hal yang bersifat abstrak.
c) Jenjang postitif;
yakni menjelaskan gejala alam dan sosial dengan mengacu kepada deskripsi ilmiah
(biasa disebut jenjang ilmiah).
3. Ilmu
sosiologi merupakan ratu ilmu-ilmu sosial dan meenempati peringkat teratas
dalam khirarki ilmu-ilmu astronomi, fisika, kimia dan biologi.
4. Membagi
sosiologi ke dalam dua bagian besar, yaitu :
a) Statika Sosial
(Social Statics); mewakili stabilitas tatanan sosial dan kemantapan.
b) Dinamika sosial
(Social dynamics); mewakili kemajuan dan perubahan sosial.
Auguste Comte
mengungkapkan, bahwa hubungan antara statika sosial dengan dinamika sosial
dapat disamakan dengan hubungan antara anatomi dengan fisiologi.klasifikasi
yang ditawarkan oleh Auguste Comte tersebut, masih tetap relevan dengan
perkembangan sosiologi sekarang ini. Oleh sebab itu, dalam literatur sosiologi
dapat ditemukan kajian social Statics dengan melihat tatanan sosial yang ada.
Misalnya kajian terhadap struktur sosial suatu masyarakat, hubungan antara
suatu intitusi dengan intitusi yang lain, fungsi masing-masing institusi dan
sebagainya.
Akan tetapi tidak dapat disangkal bahwa
ada juga sosiolog yang lebih memusatkan perhatiannya pada social dynamicsdengan
mengkaji perubahan sosial. Misalnya perubahan sosial yang melanda negara baru
setelah berakhirnya perang dunia II, arah perubahannya, dampaknya dan lain
sebagainya.
c) Priode
Pasca Auguste Comte
Sepeninggal Auguste Comte ternyata sosiologi tetap
berkembang melalui pemikiran-pemikiran kemasyarakatan yang digagas para
inteletual ternama, antara lain :
1.
Karl
Max (1818-1883)
\Pandangan karl max tentang
sosiologi dilatar belakangi dan diilhami dengan peristiwa perubahan sosial besar melanda eropa barat, sebagai
dampak perkembangan pembagian kerja khususnya yang bertalian dengan kapitalisme.
Karl Marx menembangkan konsep
sejarah perjuangan kelas, sebagai pertanda
lahirnya kelompok borjuis (kelompok yang menguasai alat-alat produksi)
dan kelas proletar (kelompok rakyat jelata yang tidak memiliki alat-alat
produksi). Keberadaan kelompok proletar akan memberontak melawan kelompok
borjuis, dari perlawanan ini kemudian akan melahirkan suatu kelompok masyarakat
tanpa kelas.
Walaupun persepsi Karl Marx
tersebut secara faktual tidak akan pernah terwujud, akan tetapi patut diakui
bahwa hasil pemikirannya mengenai stratifkasi sosial dan koflik tetap
berpengaruh dan mempengaruhi tokoh-tokoh sosiologi lainnya.
2.
Herbert
Spencer (1820-1903)
Lain
halnya dengan Herbert Spencer, adalah seorang sosiolog inggris yang telah
menguraikan materi sosiologi secara terinci dan sistematis. Sebagai seorang
sosiolog, telah berupaya mengetengahkan teori tentang evolusi sosial.
Teori evolusi sosial yang
dicetuskan Herbert Spencer sampai sekarang masih tetap dianut, sekalipun
disana-sini mengalami perubahan dan perbaikan. Di samping itu, Herbert Spencer
menerapkan secara analog teori Darwin mengenai teori evolusi terhadap
masyarakat manusia.Herbert Spencer sangat yakin, bahwa masyarakat mengalami
evolusi dari masyarakat primitif ke masyarakat industri.
3.
Emile
Durkheim (1858-1917)
Emile Durkheim adalah salah seorang
pelopor perkembangan sosiologi dengan mengungkapkan, bahwa sosiologi meneliti
lembaga-lembaga dalam masyarakat dan proses-proses sosial. Di dalam majalah
Lannee Sociologique, Emile Durkheim dan rekan-rekannya memperkenalkan pembagian
sosiologi yang berbeda dengan Auguste Comte.
Emile Durkheim adalah salah seorang
pelopor perkembangan sosiologi dengan mengungkapkan, bahwa sosiologi meneliti
lembaga-lembaga dalam masyarakat dan proses-proses sosial. Di dalam majalah
Lannee Sociologique, Emile Durkheim dan rekan-rekannya memperkenalkan pembagian
sosiologi yang berbeda dengan Auguste Comte.
Adapun klasifikasi pembagian
sosiologi menurut Emile Durkheim, sebagai berikut :
·
Sosiologi umum,
mencakup kepribadian individu dan kelompok manusia.
·
Sosiologi agama
·
Sosiologi Hukum danh
Moral, mencakup organisasi politik, sosial, perkawinan, dan keluarga.
·
Sosiologi tentang
Kejahatan.
·
Sosiologi Ekonomi,
mencakup ukuran-ukuran penelitian dan kelompok kerja.
·
Sosiologi masyarakat,
mencakup masyarakat perkotaan dan pedesaan.
·
Sosiologi Estetika.
Emile Durkheim dijuluki sosiolog
yang produktif, karena telah mempublikasikan beberapa karyanya.
4.
Max
Weber (1864-1920)
Weber adalah seorang intelektual
kelahiran jerman yang semasa hidupnya mengapdi diri sebagai dosen Ilmu Hukum
pada beberapa Universitas terkemuka. Bahkan pada masa perang Dunia I,
mengabdikan diri dalam angkatan bersenjata.
Max Weber adalah seorang
intelektual kelahiran jerman yang semasa hidupnya mengapdi diri sebagai dosen
Ilmu Hukum pada beberapa Universitas terkemuka. Bahkan pada masa perang Dunia
I, mengabdikan diri dalam angkatan bersenjata.
Max Weber berpandangan bahwa
sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha memberikan pengertian tentang
aksi-aksi sosial, sekaligus menjelaskan prilaku manusia dan menelah sebab-sebab
terjadinya interaksi sosial.
Disertasi Max Weber diberi judul; A
Contribution to The History of Medieval Business Organizations. Salah satu
karya tulisnya yang terkenal berjudul; The Protestant Ethic and The Spirit of
Capitalism. Melalui buku inilah, sehingga kapitalisme di Eropa Barat
berkembang.
5.
George
Herbert Mead (1972)
George Herbert Mead, adalah seorang
intelektual yang berusaha memadukan antara teori peran dengan teori sosiologi.
Perpaduan kedua teori dimaksud, diulas secara panjang lebar dalam bukunya yang
berjudul; Mind Self and Society.
Di dalam buku tersebut, banyak
mempersoalkan fenomena-fenomena yang terjadi pada tahap perkembangan diri
(self) manusia. Beliau berpandangan, bahwa manusia yang baru lahir mbelum
mempunyai diri, karena diri manusia berkembang secara bertahap melalui
interaksi dengan anggota masyarakat yang lain. Tahap-tahap pengembangan manusia
dimaksud, yakni tahap paly stage, tahap game stage, dan tahap generalized
other.
E. OBJEK
KAJIAN SOSIOLOGI
Sebagaimana di maklumi
bahwa setiap ilmu pengetahuan mempunyai objek kajian tersendiri, demikian
halnya dengan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mempunyai objek kajian. Adapun
objek kajian sosiologi, terfokus pada masyarakat dengan berbagai
fenomena-fenomenanya.
Berkenaan dengan objek kajian sosiologi
sebagai suatu ilmu pengetahuan, beberapa sosiolog memberikan pandangannya
sebagai berikut :
1. Auguste
Comte; menyatakan bahwa objek yang dikaji harus berupa fakta (bukan harapan
atau prediksi). Jadi harus objektif dan harus bermanfaat serta mengarah pada
kepastian dan kecermatan.
2. Herbert
Spencer; mengemukakan bahwa objek kajian sosiologi yang pokok adalah keluarga,
politik, agama, pengendalian sosial dan industri. Termasuk pula asosiasi
masyarakat setempat, pembagian kerja, pelapisan sosial, serta penelitian
terhadap kesenian dan keindahan.
3. Emile
Durkheim; menyatakan bahwa objek kajian sosiologi adalah fakta sosial, yaitu
fakta yang berisikan cara bertindak, berpikir, dan merasakan sebagai instrumen
pengendali bagi setiap individu. Fakta sosial dimaksud, antara lain hukum,
moral, keprcayaan, adat-istiadat, tata cara berpakaian dan kaidah ekonomi.
4. Soerjono
Soekanto; mengungkapkan bahwa sosiologi jelas merupakan ilmu sosial yang
objeknya adalah masyarakat.
5. Muhammad
Basrowi Muzdalisihaq; secara tegas menyatakan bahwa betapa luas dan rumitnya
masyarakat sebagai objek kajiannya; objek studi atau kajian sosiologi adalah
masyarakat, yakni hubungan antara manusia dan proses sebab-akibat yang timbul
dari hubungan masyarakat.
F. SIFAT
DASAR DAN CIRI-CIRI SOSIOLOGI
1.
Sifat
Dasar Sosiologi
Keberadaan sosiologi sebagai suatu
ilmu pengetahuan yang relatif masih muda usianya mempunyai sifat-sifat khusus
sebagai sifat dasar, sekaligus sifat-sifat dasar inilah yang dapat dipergunakan
sebagai instrumen pembeda dengan ilmu pengetahuan yang lain.
Adapun sifat-sifat dasar yang
melekat pada sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, yakni :
a. Sosiologi
adalah ilmu sosial dan bukan ilmu pengetahuan alam ataupun ilmu pengetahuan
kerohanian.
b. Sosiologi
bukan merupakan disiplin yang normatif, akan tetapi adalah suatu disiplin yang
kategoris.
c. Sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan yang murni (pure science) dan bukan merupakan ilmu
pengetahuan terapan (applied Science).
d. Sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan ilmu pengetahuan
yang kongkrit.
e. Sosiologi
bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum.
f. Sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional.
g. Sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan merupakan ilmu pengetahuan yang
khusus.
2.
Ciri-ciri Sosiologi
Di samping sifat-sifat khusus
sebagai sifat dasar yang setia melekat pada sosiologi, ternyata sosiologi juga
mempunyai ciri-ciri tertentu. Menurut Mc Gee, dan Soerjono Soekanto bahwa
eksistensi sosiologi sebagai ilmu pengetahuan mempunyai ciri-ciri, sebagai
berikut :
Ø Bersifat
empiris, artinya ilmu pengetahuan tersebut didasari pada observasi terhadap
kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak spekulatif.
Ø Bersifat
teoritis, artinya berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi.
Abstrkasi tersebut merupakan proses menteorikan berbagai pengetahuan yang
diperoleh melalui observasi.
Ø Bersifat
komulatif, artinya teori-teori sosiologi dibentuk atas teori-teori yang sudah
ada, dalam arti memperbaiki, memperluas, serta memperhalus teori-teori yang
lama.
Ø Bersifat
non-etis, artinya aspek yang dipersoalkan bukanlah baik buruknya fakta
tertentu, tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara
teoritis.
Selain keempat
ciri-ciri sosiologi di atas, masih ditemukan ciri-ciri lain sebagai berikut :
Ø Sebagai
ilmu yang mengkaji interaksi manusia dengan manusia lain.
Ø Dalam
kelompok (seperti : kelurga, kelas sosial atau masyarakat).
Ø Produk-produk
yang timbul dari interkasi tersebut, seperti nilai, norma serta
kebiasaan-kebiasaan yang dianut oleh kelompok atau masyarakat tersebut.
G. SOSIOLOGI
SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN
Pada bagian terdahulu
telah beberapa kali disinggung bahwa sosiologi itu merupakan suatu ilmu
pengetahuan, karena di dalamnya terkandung empat hal pokok sebagai prasyarat
yang dibutuhkan bagi setiap ilmu pengetahuan, yakni :
a. Pengetahuan
(knowledge).
b. Tersusun
secara sistematis.
c. Mengunakan
pemikiran.
d. Dapat
dikontrol secara kritis oleh orang lain (objektif).
Di samping itu,
eksistensi sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan senantiasa terkait dengan
filsafat science modern mengkaji dan menganalisis dari aspek ontologi,
epistimologi dan aksiologi, sebagai berikut :
a. Ontologi;
ilmu adalah pengetahuan ilmiah yang hanya berkenaan dengan obyek-obyek empiris
dan/atau entitas rasional.
b. Epistimologi;
ilmu adalah pengetehuan ilmiah yang harus diperoleh melalui metode ilmiah yang
mewujudkan prinsip-prinsip empirisme dan/atau rasionalisme.
c. Aksiologi;
ilmu adalah pengetahuan ilmiah yang dalam proses dan peryantaannya harus bebas
dari nilai-nilai selain dari nilai-nilai ilmiah itu sendiri.
Menurut soerjono
soekanto, bahwa keempat unsur tersebut dapat digabungkan menjadi satu kesatuan
yang bulat, artinya unsur yang satu melengkapi unsur-unsur yang lain. Demikian
halnya dengan ketiga anasir filsafat science modern, kesemuanya dapat dipenuhi oleh
sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan.
Sehubungan dengan hal
tersebut, maka eksistensi sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan bertujab
agar manusia yang melakukan analisis secara sosiologis akan dapat mengetahui
dan mendalami segala segi hidup dan kehidupan di dalam masyarakat, baik sebagai
individu maupun selaku anggota kelompok masyarakat tertentu.
Di samping itu,
keberadaan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan harus mampu diaplikasi dan
diimplementasikan di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, sekaligus
diupayakan agar dapat membantu warga masyarakat dalam mengatasi berbagai
permasalahan yang ada di masyarakat yang bersangkutan.
Dengan demikian,
menjadi semakin jelas bahwa eksistensi sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan
karena mempelajari masyarakat secara keseluruhan (satu kesatuan yang bulat dan
utuh), serta mempelajari hubungan-hubungan yang tercipta ataupun terjalin di
antara orang-orang yang ada di dalam masyarakat.
H. KEGUNAAN
DAN PERANAN SOSIOLOGI
Jika dibandingkan
dengan ilmu-ilmu terapan lain seperti kedokteran, arsitektur, teknik sipil,
teknik mesin, teknik industri, ekonomi, hukum, farmasi dan lain-lain, yang
mencetak para profesional yang siap praktek di masyarakat maupun di dunia
usaha. Pada dasarnya sosiologi tidak bertujuan utama menghasilkan para
praktisi. Produk sosiologi adalah para pemikir yang senantiasa peka dan kritis
terhadap realitas sosial. Sehingga sumbangan sosiologi terhadap pengembangan
masyarakat memang tidak secara langsung dapat dirasakan, tetapi bersifat
mendasar. Karena sosiologi mampu menyuguhkan analisis dan evaluasi terhadap
berbagai hal.
Di antara ilmu-ilmu
sosial, sosiologilah yang paling pokok dan umum sifatnya. Sosiologi membantu
sarjana ilmu politik dan usahanya memahami latar belakang, susunan dan pola
kehidupan sosial dari berbagai golongan dan kelompok dalam
masyarakat.berdasarkan pengertian-pengertian dan teori-teori sosiologi, sarjana
ilmu politik dapat mengetahui sampai dimana susunan dan stratifikasi sosial mempengerahui
atau dipengaruhi oleh keputusan kebijaksanaan (policy decisions), corak dan
sifat keabsahan politik (political legitimacy), sumber-sumber kewenangan
politik (sources of political authority), pengendalian sosial (social control)
dan perubahan sosial (social change).
Menyangkut masalah
perubahan dan pembaharuan, sosiologi menyumbangkan pengertian akan adanya
perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat. Apabila dalam masyarakat timbul
golongan-golongan atau kelompok-kelompok baru yang menyampaikan kepentingan-kepentingan
baru, maka nilai-nilai kebudayaan masyarakat secara keseluruhan akan
menunjukkan perubahan-perubahan dalam pola kehidupan politik. Pergerakan
perburuhan di negara-negara industri dan pergerakan tani di negara-negara
agraris akan menyebabkan orientasi kepada nilai-nilai baru yang timbul sebagai
akibat pergeseran golongan dan kelompok yang berpengaruh dalam masyarakat.
Perkembangan pertambahan penduduk dengan sendirinya akan mengakibatkan
perubahan dalam stratifikasi sosial, hubungan antara kelas,
ketegangan-ketegangan politik dan meningkatnya masalah-masalah organisasi
sosial dan politik.
Kedua disiplin ilmu,
sosiologi dan politik mempelajari negara, akan tetapi sosiologi menganggap
negara sebagai salah satu lembaga pengendalian sosial (agent of social
control). Sosiologi menggambarkan bahwa pada masyarakat yang sederhana maupun
kompleks senantiasa terdapat kecenderungan untuk timbul proses pengaturan atau
pola-pola pengendalian tertentu yang formal dan tidak formal. Sosiologi juga
melihat negara sebagai salah satu asosiasi dalam masyarakat dan memperhatikan
bagaimana sifat dan kegiatan anggota asoiasi itu mempengaruhi sifat dan
kegiatan negara. Jadi ilmu politik dan sosiologi sama pandangannya bahwa negara
dapat dianggap baik sebagai asosiasi (kalau melihat manusia) maupun sebagai
sistem pengendalian (system of controls). Hanya saja bagi ilmu politik negara
merupakan obyek penelitian pokok, sedangkan dalam sosiologi negara hanya
merupakan salah satu asosiasi dan lembaga pengendalian dalam masyarakat.
Dalam kehidupan
masyarakat tidak semuanya berlangsung dengan lancar dan normal, artinya
sebagaimana dikehendaki oleh masyarakat yang bersangkutan. Gejala-gejala
tersebut merupakan gejala-gejala abnormal atau gejala pathologis. Keadaan itu
disebabkan karena unsur-unsur masyarakat tertentu tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, sehingga menyebabkan kekecewaan dan bahkan penderitaan
bagi warga-warga masyarakat. Seringkali dibedakan antara dua macam
persoalan-persoalan, yaitu problema-problema masyarakat dan problema-problema
sosial. Hal yang pertama menyangkut analisis tentang macam-macam gejala
kehidupan masyarakat, sedangkan yang kedua meneliti gejala-gejala abnormal
dalam masyarakat dengan maksud untuk memperbaikinya atau menghilangkannya. Problem
sosial adalah ketidaksesuaian antara unsur-unsur dalam kebudayaan atau
masyarakat, yang membahayakan hidupnya kelompok sosial, atau menghambat
terpenuhinya keinginan-keinginan pokok dari warga-warga kelompok sosial,
sehingga menyebabkan rusaknya ikatan sosial.
Para ahli sosiologi
telah banyak mengusahakan adanya indeks-indeks yang dapat dijadikan petunjuk
bagi terjadinya problem sosial, misalnya komposisi penduduk, partisipasi sosial
dan sebagainya. Di dalam menentukan apakah
suatu masalah merupakan problema atau tidak, sosiologi mempergunakan beberapa
pokok persoalan sebagai ukuran, yaitu :
1. Kriteria utama dari suatu problema sosial,
yaitu tidak adanya kesesuaian antara
ukuran/nilai-nilai sosial dengan kenyataan atau tindaka-tindakan sosial.
2. Sumber-sumber
sosial dari problema sosial dan pihak-pihak menetapkan apakah suatu kepincangan
merupakan gejala sosial atau tidak. Kejadian yang tidak bersumber pada
perbuatan manusia bukanlah merupakan problema sosial, misalnya kemiskinan
mungkin terjadi karena kegagalan panen oleh karena gejala alam yang tidak
menguntungkan manusia.
3. “Manifest
social problems” dan “latent social problems”. Manifest sosial problems
merupakan problema sosial yang timbul sebagai akibat terjadinya kepincangan
dalam masyarakat oleh karena tidak sesuai dengan tindakan norma-norma dan nilai
dalam masyarakat, keadaan ini mungkin dapat diatasi. Sedangkan latent social
problems merupakan hal-hal berlawanan dengan nilai-nilai masyarakat akan tidak
diakui demikian halnya, keadaan ini mungkin agak sulit diatasi. Sosiologi
tidaklah bertujuan untuk membentuk manusia yang bijaksana dan selalu baik dalam
tindakannya, akan tetapi untuk membuka mata mereka sehingga memperhitungkan
akibat dari tindakannya itu.
4. Perhatian
masyarakat dan problema sosial, suatu kejadian merupakan problema sosial belum
tentu mendapat perhatian masyarakat sepenuhnya, akan tetapi kejadian yang
mendapat sorotan masyarakat belum tentu merupakan problem masyarakat, angka
kecelakaan lalu lintas yang meningkat belum ttentu mendapat perhatian
masyarakat, akan tetapi kecelakaan kereta api akan mendapat perhatian
masyarakat. Padahal kedua-keduanya sama-sama menelan korban jiwa. Seorang
sosiolog harus bersifat berpikir secara netral agar penelitiannya tidak
meleset.
Menurut Horton dan Hunt (1987),
dewasa ini beberapa profesi yang umunya diisi oleh para sosiolog adalah:
1. Sebagai
ahli riset, baik riset ilmiah untuk pengembangan keilmuan atau riset yang
diperlukan sektor industri;
2. Sebagai
kosultan kebijaksanaan, khususnya ikut membantu memperkirakan pengaruh kebijan
sosial tertentu;
3. Sebagai
teknisi atau populer disebut sosiolog klinis, yakni ikut terlibat dalam
kegiatan perencanaan dan pelasanaan program kegiatan masyarakat.
4. Sebagau
guru atau pendidik yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar;
5. Sebagai
pekerja sosial (social worker).
Menurut Muhammad Basrowi Muzdalisihaq,
terdapat beberapa manfaat mempelajari sosiologi antara lain :
1. Sosiologi
dapat memberikan pengetahuan tentang pola-pola interaksi sosial yang terjadi
dalam asyarakat. Melalaui pengetahuan tentang pola-pola interaksi sosial
tersebut, akan dapat dikenal lebih jelas siapa diri seseorang dalam konteks
hubungan antara pribadi dan pribadi, pribadi dan kelompok, serta kelompok dan
kelompok.
2. Sosiologi
dapat membantu mengontrol atau mengendalikan setiap tindakan atau perilaku
dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Sosiologi
mampu mengkaji status dan peran sebagai anggota masyarakat, serta dapat melihat
dunia atau budaya lain yang belum diketahui sebelumnya.
4. Dengan
bantuan sosiologi, akan semakin memahami nilai, norma, tradisi dan keyakinan
masyarakat yang lain, serta memahami perbedaan yang ada. Tanpa hal itu, menjadi
alasan untuk timbulnya konflik di antara anggota masyarakat yang berlaku.
5.
Mempelajari sosiologi
membuat seseorang lebih tanggap, kritis dan rasional menghadapi gejala-gejala
sosial masyarakat yang semakin kompleks, serta mampu mengambil sikap serta
tindakan tepat dan akurat terhadap setiap situasi sosial yang dihadapi
sehari-hari.
I. METODE-METODE
DALAM SOSIOLOGI
Sosiologi mempunyai
cara kerja atau metode (method) yang juga dipergunakan oleh ilmu-ilmu
pengetahuan lainnya. Pada dasarnya terdapat dua jenis cara kerja atau metode,
yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Metode kualitatif mengutamakan
bahan yang sukar dapat diukur dengan angka-angka atau dengan ukuran-ukuran lain
yang bersifat eksak, walupun bahan-bahan tersebut terdapat dengan nyata dalam
masyarakat. Di dalam metode kualitatif termasuk metode historis dan metode
komparatif, keduanya dikombinasikan menjadi historis-komparatif. Metode
historis menggunakan analisis atas peristiwa-peristiwa dalam masa silam untuk
merumuskan prinsip-prinsip umum. Seorang sosiolog yang ingin menyelidiki
akibat-akibat revolusi (secara umum) akan mempergunakan bahan-bahan sejarah
untuk memeliti revolusi-revolusi penting yang terjadi dalam masa yang silam.
Metode komparatif
mementingkan perbandingan antara bermacam-macam masyarakat beserta
bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan-perbedaan dan
persamaan-persamaan serta
sebab-sebabnya.perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan tersebut bertujuan
untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk mengenai perilaku masyarakat pada masa
silam dan masa sekarang, dan juga mengenai masyarakat-masyarakat yang mempunyai
tingkat peradaban yang berbeda atau yang sama.
Metode studi kasus
(case study) bertujuan untuk mempelajari sedalam-dalamnya salah satu gejala
nyata dalam kehidupan masyarakat. Studi kasus dapat digunakan untuk menelaah suatu
keadaan, kelompok, masyarakat setempat (community), lembaga-lembaga maupun
individu-individu. Dasarnya adalah bahwa penelaahan suatu persoalan khusus yang
merupakan gejala umum dari persoalan-persoalan lainnya dapat menghasilkan
dalili-dalil umum. Alat-alat yang
dipergunakan oleh metode studi kasus adalah misalnya wancara (interview),
pertanyaan-pertanyaan (questionnaires), dari daftar pertanyaan-pertanyaan
(schedules), participant obsever technique, dan lain-lain. Teknik wawancara
sering kali dipakai apabila diperlukan data penting dari masyarakat lain.
Teknik wawancara dapat dilaksanakan secara tidak tersusun dan secara tersusun.
Pada yang pertama, penyelidik meyerahkan pembicaraan kepada orang yang diajak
berwawancara, sedangkan pada yang terakhir, penyelidik yang memimpin
pembicaraan. Dalam mempergunakan teknik tersebut, penyelidik harus sadar bahwa
apa yang dikemukakan oleh yang diajak berwawancara , paling tidak terpengaruh
oleh kehadirannya. Pada teknik questionnaires, telah dibuatkan
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Teknik tersebut hampir sama dengan
schedules, di mana dilakukan wawancara melalui daftar pertanyaan-pertanyaan
yang telah disusun terlebih dahulu.
Dalam participant
observer technique, penyelidik ikut serta dalam kehidupan sehari-hari dari
kelompok sosial yang sedang diselidikinya. Dalam hal ini penyelidik aakan
berusaha sedapat-dapatnya untuk tidak mempengaruhi pola-pola kehidupan
masyarakat yang sedang diselidikinya Metode kualitatif tersebut dalam istilah
bahasa jerman dapat dinamakan sebagai metode berdasarkan verstehen (artinya
pengertian).
Metode kuantitatif
mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka-angka, sehingga gejala-gejala
yang diteliti dapat diukur dengan mempergunakan skala-skala, indeks, tabel, dan
formula-formula yang semuanya mempergunakan ilmu pasti atau matematika. Metode
yang termasuk jenis metode kuantitatif adalah metode statistik yang bertujuan
menelaah gejala-gejala sosial secara matematis. Akhir-akhir ini dihasilkan
suatu teknik yang dinamakan sociometry yang berusaha meneliti masyarakat secara
kuantitatif. Sociometry mempergunakan skala-skala dan angka-angka untuk
mempelajari hubungan-hubungan antarmanusia dalam masyarakat. Jadi sociometry
adalah himpunan konsep-konsep dan metode-metode yang bertujuan untuk
menggambarkan dan meneliti hubungan-hubungan antarmanusia dalam masyarakat
secara kuantitatif.
Di samping
metode-metode di atas, metode-metode sosiologi lainnya didasarkan pada
penjenisan antara metode induktif yang mempelajari suatu gejala yang khusus
untuk mendapatkan kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat yang lebih luas,
dan metode deduktif yang mempergunakan proses sebaliknya, yaitu mulai dengan
kaidah-kaidah yang dianggap berlaku umum untuk kemudian dipelajari dalam
keadaan yang khusus.
Hampir sama, tetapi
pada hakikatnya berbeda adalah pengolongan metode-metode sosiologi kedalam
jenis metode empiris yang menyandarkan diri pada keadaan-keadaan yang dengan
nyata didapat dalam masyarakat, dan jenis metode rationalistis yang
mengutamakan pemikiran dengan logika dan pikiran sehat untuk mencapai
pengertian tentang masalah-masalah kemasyarakatan. Metode empiris dalam ilmu
sosiologi modern diwujudkan dengan research atau penelitian yaitu cara
mempelajari suatu masalah secara sistematis dan intensif untuk mendapatkan
pengetahuan yang lebih banyak mengenai masalah tersebut Research dapat bersifat
basic atau applied. Basic reserch adalah penelitian yang bertujuan untuk
mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak dari ilmu pengetahuan, sedangkan
applied research ditunjukkan pada penggunaan ilmu pengetahuan secara praktis.
Metode rasionalistis banyak dipergunakan dahulu –sekarang masih ada
fungsionalisme oleh para sarjana sosiologi di Eropa.
Akhirnya, sosiologi
juga sering mempergunakan metode fungsionalisme. Secara singkat dapat
dijelaskan bahwa metode fungsionalisme bertujuan untuk meneliti kegunaan
lembaga-lembaga kemasyarakatan dan struktur sosial dalam masyarakat. Metode
tersebut berpendirian pokok bahwa unsur-unsur yang membentuk masyarakat
mempunyai hubungan timbal-balik yang saling pengaruh memengaruhi; masing-masing
mempunyai fungsi tersendiri terhadap masyarakat. Dalam bidang antropologi,
metode tersebut dipopulerkan oleh Bronnislaw Malinowski dan A.R.Radcliffe
Brown, sedangkan sarjana-sarjana sosiologi yang melaksanakan pendekatan fungsional
terhadap masyarakat adalah antara lain Talcott Parsons dan Robert K.Merton.
Metode-metode sosiologi
tersebut di atas bersifat saling melengkapi dan para ahli sosiologi sering kali
menggunakan lebih dari satu metode untuk menyelidiki objeknya. Kecuali
metode-metode tersebut di atas, masing-masing ilmu pengetahuan dan juga
sosiologi mempunyai perlengkapan alat-alatnya sendiri, yaitu alat-alat yang
disebut konsep (concept) untuk menganalisis masalah-masalah yang terdapat dalam
lapangannya khususnya untuk sosiologi, yaitu masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar