A.
Pengertian
Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah terjemahan dari bahasa Inggris leadership
yang berasal dari kata leader yang berarti pemimpin.
Menurut Sutisna,
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok dalam
usaha ke arah pencapaian tujuan dalam situasi tertentu. (Mulyasa,2009:107)
Menurut Soepardi,
kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan, mempengaruhi, memotivasi,
mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah, melarang,
dan bahkan menghukum (kalau perlu) serta membina dengan maksud agar manusia
sebagai media manajemen mau bekerja dalam rangka mencapai tujuan administrasi
secara efektif dan efisien. (Mulyasa,2009:107)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi kegiatan seseorang untuk
mencapai tujuan dalam situasi tertentu secara efektif dan efisien.
B.
Pemimpin dan Kepemimpinan
Sekilas antara pemimpin dan kepemimpinan mengandung
pengertian yang sama, padahal berbeda.
Pemimpin adalah orang yang tugasnya memimpin, sedang
kepemimpinan adalah bakat dan atau sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin.
Kepemimpinan adalah kekuasaan untuk mempengaruhi seseorang, baik
dalam mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu, bawahan dipimpin dari
bukan dengan jalan menyuruh atau mondorong dari belakang.
Masalah yang selalu terdapat dalam membahas fungsi
kepemimpinan adalah hubungan yang melembaga antara pemimpin dengan yang
dipimpin menurut rules of the game yang telah disepakati bersama.
Kepemimpinan
membutuhkan penggunaan kemampuan secara aktif untuk mempengaruhi pihak lain dan
dalam wujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan lebih dahulu. Seseorang
pemimpin selalu melayani bawahannya lebih baik dari bawahannya tersebut
melayani dia. Pemimpin memadukan kebutuhan dari bawahannya dengan kebutuhan
organisasi dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhannya.
Seorang pemimpin mempunyai keterampilan manajemen
(managerial skill) maupun keterampilan tekhnis (technical skill). Semakin
rendah kedudukan seorang tekhnis pemimpin dalam organisasi maka keterampilan
lebih menonjol dibandingkan dengan keterampilan manajemen. Hal ini disebabkan
karena aktivitas yang bersifat operasional.
Bertambah tinggi kedudukan seorang pemimpin dalam
organisasi maka semakin menonjol keterampilan manajemen dan aktivitas yang
dijalankan adalah aktivitas bersifat konsepsional. Dengan perkataan lain
semakin tinggi kedudukan seorang pamimpin dalam organisasi maka semakin
dituntut dari padanya kemampuan berfikir secara konsepsional strategis dan
makro.
C.
Tipe_Tipe
Kepemimpinan
Pada umumnya para pemimpin dalam
setiap organisasi dapat diklasifikasikan menjadi lima type utama yaitu sebagai berikut
1. Tipe pemimpin otokratis.
2. Tipe pemimpin militoristis.
3. Tipe pemimpin paternalistis.
4. Tipe pemimpin karismatis.
5. Tipe pomimpin demokratis.
1. Tipe pemimpin
demokratis
Tipe pemimpin ini menganggap bahwa pemimpin adalah
merupakan suatu hak.
Ciri-ciri pemimpin tipe ini adalah sebagai berikut :
a. Menganggap bahwa organisasi adalah milik pribadi
b. Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan
organisasi.
c. Menganggap bahwa bawahan adalah sebagai alat semata-mata
d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat dari
orang lain karena dia menganggap dialah yang paling benar.
e. Selalu bergantung pada kekuasaan formal.
f. Dalam menggerakkan bawahan sering mempergunakan
pendekatan (Approach) yang mengandung unsur paksaan dan ancaman.
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe mimpinan
otokratis tersebut di atas dapat diketahui bahwa tipe ini tidak menghargai
hak-hak dari manusia, karena tipe ini tidak dapat dipakai dalam organisasi
modern.
2. Tipe kepemimpinan
militeristis
Perlu diparhatikan terlebih dahulu
bahwa yang dimaksud dengan seorang pemimpin tipe militeristis tidak sama dengan
pemimpin-pemimpin dalam organisasi militer. Artinya tidak semua pemimpin dalam
militer adalah bertipe militeristis.
Seorang pemimpin yang bertipe militeristis mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
Seorang pemimpin yang bertipe militeristis mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Dalam menggerakkan bawahan untuk yang telah
ditetapkan, perintah mencapai tujuan digunakan sebagai alat utama.
b. Dalam menggerakkan bawahan sangat suka menggunakan
pangkat dan jabatannya.
c. Sonang kepada formalitas yang berlebihan
d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kepatuhan mutlak
dari bawahan
e. Tidak mau menerima kritik dari bawahan
f. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
Dari sifat-sifat yang dimiliki oleh tipe pemimpin
militeristis jelaslah bahwa ripe pemimpin seperti ini bukan merupakan pemimpin
yang ideal.
3. Tipe pemimpin
fathernalistis
Tipe kepemimpinan fathornalistis,
mempunyai ciri tertentu yaitu bersifat fathernal atau kepakan.ke Pemimpin
seperti ini menggunakan pengaruh yang sifat kebapaan dalam menggerakkan bawahan
mencapai tujuan. Kadang-kadang pendekatan yang dilakukan sifat terlalu
sentimentil.
Sifat-sifat umum dari tipe pemimpin paternalistis dapat
dikemukakan sebagai berikut:
a) Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak
dewasa.
b) Bersikap terlalu melindungi bawahan
c) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengambil keputusan. Karena
itu jarang dan pelimpahan wewenang.
d) Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan inisyatif daya
kreasi.
e) Sering menganggap dirinya maha tau.
Harus diakui bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin
seperti ini sangat diporlukan. Akan tetapi ditinjau dari segi sifar-sifar
negatifnya pemimpin faternalistis kurang menunjukkan elemen kontinuitas
terhadap organisasi yang dipimpinnya.
4. Tipe kepemimpinan
karismatis
Sampai saat ini para ahli manajemen
belum berhasil menamukan sebab-sebab mengapa seorang pemimin memiliki karisma.
Yang diketahui ialah tipe pemimpin seperti ini mampunyai daya tarik yang amat
besar, dan karenanya mempunyai pengikut yang sangat besar. Kebanyakan para
pengikut menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin seperti ini,
pengetahuan tentang faktor penyebab Karena kurangnya seorang pemimpin yang
karismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi
dengan kekuatan gaib (supernatural powers), perlu dikemukakan bahwa kekayaan,
umur, kesehatan profil pendidikan dan sebagainya. Tidak dapat digunakan sebagai
kriteria tipe pemimpin karismatis.
5. Tipe Kepemimpinan
Demokratis
Dari semua tipe kepemimpinan yang ada, tipe kepemimpinan
demokratis dianggap adalah tipe kepemimpinan yang terbaik. Hal ini disebabkan
karena tipe kepemimpinan ini selalu mendahulukan kepentingan kelompok
dibandingkan dengan kepentingan individu.
Beberapa ciri dari tipe kepemimpinan demokratis adalah
sebagai berikut:
1. Dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak
dari pendapat bahwa manusia
itu adalah mahluk yang termulia di dunia.
2. Selalu berusaha menselaraskan kepentingan dan tujuan
pribadi dengan kepentingan organisasi.
3. Senang menerima saran, pendapat dan bahkan dari kritik
bawahannya.
4. Mentolerir bawahan yang membuat kesalahan dan berikan
pendidikan kepada bawahan agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi
daya kreativitas, inisyatif danprakarsa dari bawahan.
5. Lebih menitik beratkan kerjasama dalam mencapai
tujuan. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses dan berusaha
mengembangkan kapasitas diri.
D.
Alasan Perlunya Implementasi
kebijakan Kepemimpinan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Sejarah
persekolahan di Indonesia sudah dimulai sejak jaman penjajahan dengan segala
permasalahannya. Sejak Indonesia merdeka, ekspektasi negara, masyarakat, dan
keluarga terhadap sekolah sedemikian besar, sehingga setiap pemerintahan
di negara ini selalu menjadikan isu pendidikan dan sekolah menjadi sentral
untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa negara sangat “concern” dalam rangka
legitimasi pemerintahannya. Dengan disahkannya UU Sisdiknas tahun 2003, terjadi
pergeseran paradigma pendidikan dari sentralistik menjadi desentralistik. Pasal
51 UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20//2003 menyatakan bahwa “Pengelolaan
satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan
berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis
sekolah/madrasah”. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan konsep
pengelolaan sekolah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di era
desentralisasi pendidikan. Manajemen berbasis sekolah diharapkan mampu
menjawab tantangan jaman dan ekpektasi negara, masyarakat, serta keluarga
terhadap sekolah.
Kajian
ini dimaksudkan untuk menyambut desentralisasi pendidikan yang dilaksanakan
pemerintah, agar sekolah yang selama ini dikontrol ketat oleh pusat menjadi
lebih leluasa bergerak dalam mengelola sumber dayanya, sehingga mutunya dapat
ditingkatkan. Lebih kongkretnya, pembahasan ini berusaha menampilkan suatu
alternatif model sekolah yang manajemennya dikelola di tingkat sekolah atau
biasa disebut dengan MBS ( Manajemen Berbasis Sekolah ). Namun dalam kondisi
krisis saat ini, upaya mewujudkan model MBS yang ideal tidaklah mudah karena
terbatasnya sumber daya. Karena kondisi tersebut, maka diajukan pencapaian
tujuan MBS secara bertahap yang dibagi ke dalam strategi jangka pendek,
menengah, dan panjang.
Pemberdayaan
sekolah dengan memberikan otonomi yang lebih besar tersebut, di samping
menunjukkan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan masyarakat, juga dapat
dipakai sebagai sarana Improving school efficiency. Argumentasinya
ialah, krisis ekonomi yang melanda Indonesia berdampak luas terhadap pendidikan
terutama padadua segi; pertama, mengurangi kemampuan pemerintah menyediakan
dana yang cukup untuk pendidikan, dan kedua, menurunkan kemampuan orang tua
dalam membiayai pendidikan anaknya. Dengan melibatkan masyarakat dalam
pengelolaan sekolah maka beban pemerintah dapat berkurang. Di samping itu,
berkurangnya liku-liku birokrasi dalam prinsip desentralisasi juga mendukung
efisiensi sekolah. Mengikutsertakan kepala sekolah dan guru dalam pengambilan
keputusan sekolah, dapat mendorong rasa kepemilikan yang tinggi dari warga
sekolah terhadap sekolahnya. Hal ini pada akhirnya mendorong mereka untuk
menggunakan sumber daya yang ada secara efisien untuk mencapai hasil yang
optimal.
E.
Batasan
Implementasi kebijakan Kepemimpinan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Berdasarkan
pengamatan, bahwa pada dasarnya implementasi kebijakan ini terdiri dari dua
lapisan pengelolaan. Lapisan pertama membahas tentang komponen birokrasi
pengelolaan pendidikan, sedangkan lapisan kedua dengan uraian yang singkat
merupakan komponen pengelolaan sekolah.
Meskipun
dalam praktiknya kedua pengelolaan tersebut untuk kepentingan sekolah sebagai
muaranya, kajian ini dibatasi pada lapisan kedua, yaitu pengelolaan sekolah
melalui apa yang dikenal dengan MBS. Dimana terdapat beberapa catatan
penyebab terjadinya manajemen sekolah menjadi tidak efektif, antara lain : (a).
pada umumnya kepala sekolah (khususnya sekolah negeri) memiliki otonomi yang
sangat terbatas dalam mengelola sekolahnya, (b). kepala sekolah kurang memiliki
keterampilan untuk mengelola sekolah dengan baik, (c). kecilnya peran serta
masyarakat dalam pengelolaan sekolah, padahal perolehan dukungan dari
masyarakat merupakan bagian dari peran kepemimpinan kepala sekolah.
Keterampilan ini sangat penting tatkala fungsi-fungsi pendidikan
didesentralisasikan.
F.
Aktor-aktor
Pelaksana kebijakan Kepemimpinan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam
MBS, aktor atau delegasi tanggung jawab dan wewenang, akan berbeda antara satu
sekolah dengan sekolah yang lainnya. Alasannya adalah MBS menawarkan kebebasan
yang besar kepada sekolah, namun hal itu tetap disertai seperangkat tanggung
jawab yang harus dipikul oleh sekolah. Tanggung jawab tersebut adalah
terjaminnya partisipasi masyarakat, pemerataan, efektivitas, serta manajemen
yang bertumpu di tingkat sekolah. Oleh karena itu, tidak dapat dihindarkan
perlunya ada perangkat peraturan yang memberikan peran tertentu kepada
pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan model ini.
Lebih
jelasnya, prioritas dan kebijakan pemerintah ini harus dilaksanakan oleh
sekolah. Sekolah tidak memiliki kapasitas untuk berjalan sendiri tanpa
menghiraukan kebijakan prioritas dan standardisasi yang dirumuskan oleh
pemerintah, karena sekolah itu sendiri berada dalam sistem pendidikan nasional.
Oleh karena itu, kantor pusat berkewajiban membuat peraturan dan mengevaluasi
pelaksanaannya.
Namun
pada prakteknya, Kepala Sekolah sebenarnya merupakan aktor yang paling
diharapkan berperan sebagai pemimpin dalam MBS untuk mewujudkan visi menjadi
misi yang feasible bagi peningkatan pelayanan dan kualitas
sekolah. Pihak-pihak lain seperti, komite sekolah, para guru, orangtua, dewan
pendidikan dan dinas pendidikan diharapkan menyumbang pada pengembangan
kepemimpinan Kepala Sekolah dalam hal, penilaian, tantangan, dan dukungan.
G.
Arena
Implementasi kebijakan Kepemimpinan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam
MBS, kepala sekolah dan guru memiliki kebebasan yang luas dalam mengelola
sekolah tanpa mengabaikan kebijakan dan prioritas dari pemerintah. Lingkup
strategi kebijakan yang ditawarkan adalah : (a). kurikulum yang bersifat
inklusif, (b) proses belajar-mengajar yang efektif, (c). lingkungan sekolah
yang mendukung, (d). sumber daya yang berasas pemerataan, dan (e).
standardisasi dalam hal tertentu, monitoring, evaluasi, dan tes. Kelima
strategi tersebut harus menyatu ke dalam lingkup fungsi pengelolaan sekolah,
yaitu : (1) manajemen/ organisasi/ kepemimpinan, (2) proses belajar-mengajr,
(3) sumber daya manusia, dan (4) administrasi sekolah.
H.
Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kebijakan Kepemimpinan dalam Manajemen Berbasis
Sekolah
Dengan
demikian desentralisasi pendidikan bertujuan untuk memberdayakan peranan unit
bawah atau masyarakat dalam menangani persoalan pendidikan di lapangan. Hal ini
sejalan dengan apa yang terjadi di kebanyakan negara. Faktor-faktor pendorong
penerapan desentralisasi pendidikan terinci sbb:
- Tuntutan orangtua, kelompok masyarakat, para legislator, pebisnis, dan perhimpunan guru untuk turut serta mengontrol sekolah dan menilai kualitas pendidikan.
- Anggapan bahwa struktur pendidikan yang terpusat tidak dapat bekerja dengan baik dalam meningkatkan partisipasi siswa bersekolah.
- Ketidakmampuan birokrasi yang ada untuk merespon secara efektif kebutuhan sekolah setempat dan masyarakat yang beragam.
- Penampilan kinerja sekolah dinilai tidak memenuhi tuntutan baru dari masyarakat.
- Tumbuhnya persaingan dalam
memperoleh bantuan dan pendanaan. (Nuril Huda, 1999)
I.
Hubungan
antara pembuat dan pelaksana kebijakan Kepemimpinan dalam Manajemen Berbasis Sekolah
Di
Indonesia, gagasan penerapan pendekatan MBS ini muncul belakangan sejalan
dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan sebagai
paradigma baru dalam pengoperasian sekolah. Selama ini, sekolah hanyalah
kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat untuk menyelenggarakan urusan
politik pendidikan.
Para
pengelola sekolah sama sekali tidak memiliki banyak kelonggaran untuk
mengoperasikan sekolahnya secara mandiri. Semua kebijakan tentang
penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya diadakan di tingkat pemerintah
pusat atau sebagian di instansi vertikal dan sekolah hanya menerima apa adanya.
Apa saja muatan kurikulum pendidikan di sekolah adalah urusan pusat, kepala
sekolah dan guru harus melaksanakannya sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan
petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan mengalir dari pusat ke daerah
menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak simpul yang masing-masing
menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir yang diterima di tingkat
paling operasional telah menyusut lebih dari separuhnya. Pada kenyataannya
selama ini lebih dari separuh dana pendidikan sebenarnya dipakai untuk hal-hal
yang sama sekali tidak atau kurang berurusan dengan proses pembelajaran di
level yang paling operasional sekolah.
Lebih
lanjut dikatakan bahwa dalam pendekatan MBS ini, tanggung jawab pengambilan
keputusan tertentu mengenai anggaran, kepegawaian, dan kurikulum ditempatkan di
tingkat sekolah dan bukan di tingkat daerah, apalagi pusat. Melalui
keterlibatan guru, orang tua, dan anggota masyarakat lainnya dalam
keputusan-keputusan penting itu, MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan
belajar yang efektif bagi para murid. Dengan demikian, pada dasarnya MBS adalah
upaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.
J.
Kepemimpinan
Kepala Sekolah yang Efektif
Kepala
sekolah (Kasek) merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah, yang
akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya
direalisasikan. Sehubungan dengan MBS, Kasek dituntut untuk senantiasa meningkatkan
efektivitas kinerja. Dengan demikian, MBS sebagai paradigma baru pendidikan
dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Kinerja
Kepala Sekolah dalam kaitannya dengan MBS adalah segala upaya yang dilakukan
dan hasil yang dapat dicapai oleh Kepala Sekolah dalam mengimplementasikan MBS
di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Sehubungan dengan itu, kepemimpinan Kepala Sekolah yang efektif dalam MBS dapat
dilihat berdasarkan kriteria berikut ini.
1. Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan
proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif.
2. Dapat melakukan tugas dan pekerjaan sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan.
3. Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan
masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka
mewujudkan tujuan sekolah dan tujuan pendidikan.
4. Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai
dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di sekolah.
5. Bekerja dengan tim manajemen.
6. Berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Pidarta (1988, dalam Mulyasa, 2002:126) mengemukakan tiga macam keterampilan
yang harus dimiliki oleh kepala sekolah untuk menyukseskan kepemimpinannya.
Ketiga keterampilan tersebut adalah keterampilan konseptual, yaitu keterampilan
untuk memhami dan mengoperasikan organisasi; keterampilan munusiawi yaitu
keterampilan untuk bekerjasama, memotivasi dan memimpin; serta keterampilan
teknik ialah keterampilan dalam menggunakan pengetahuan, metode, teknik, serta
pelengkapan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Lebih lanjut dikemukakan bahwa
untuk memiliki kemampuan, terutama keterampilan konsep, para kepala sekolah
diharapkan melalui kegiatan-kegiaatan berikut: (1) senantiasa belajar dari
pekerjaan sehari-hari terutama dari cara kerja para guru dan pegawai sekolah
lainnya; (2) melakukan observasi kegiatan manajemen secara terencana; (3)
membaca berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang sedang
dilaksanakan; (4) memanfaatkan hasil penelitian orang lain; (5) berpikir untuk
masa yang akan datang; dan (6) merumuskan ide-ide yang dapat diujicobakan.
Selain itu, kepala sekolah harus dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang
efekfif sesuai dengan situasi dan kebutuhan serta motivasi para guru dan
pekerja lain.