Lahir
dan Berkembangnya Sosiologi
LAHIRNYA SOSIOLOGI
Lahirnya
sosiologi di latar belakangi oleh perubahan masyarakat di Eropa barat akibat
Revolusi Iindustri (Inggris) dan Revolusi Perancis. Banyak orang pada masa itu
berharap bahwa Revolusi Industri dan Revolusi Perancis bakal membawa kemajuan
bagi semua anggota masyarakat. Dengan munculnya Revolusi Industri, pola-pola
tradisional ditinggalkan dan muncullah tekhnologi baru yang mempermudah sekaligus
meningkatkan produksi masyarakat, dan dengan demikian meninggalkan taraf
hidupnya. Dengan berakhirnya Revolusi Perancis, semua orang berharap bahwa kesamaan (egalite), persaudaraan (fraternite),
dan kebebasan (liberte) yang menjadi semboyan revolusi benar-benar
akan terwujud. Ketiga semboyan itu memiliki kaitan yang erat satu sama lain.
Kalau pada masa feodalisme sebelum Revolusi Perancis, masyarakat terkotak-kotak
dalam lapisan sosial yang sangat membatasi ruang bagi lapisan sosial yang lebih
rendah, setelah revolusi semua orang berharap bahwa akses terhadap semua sumber
daya sosial dan ekonomi (misalnya, pendidikan, pekerjaan) harus terbuka lebar
bagi semua orang, bukan hanya para raja, bangsawan, dan para klerus. Demikian
juga halnya dengan kebebasan dan persaudaraan. Kalau sebelumnya, ruang politik
dan sosial masyarakat dikekang lewat berbagai macam peraturan dan kondisi
sosial masyarakat yang tidak adil, setelah revolusi semua orang berharap semua
itu tidak akan terjadi lagi. Dengan demikian terciptalah persaudaraan yang
sejati, dalam arti tidak ada lagi yang megkotak-kotakkan; kedudukan, pangkat,
kelas sosial, kekayaan bukan lagi merupakan elemen-elemen pemisah sebab
sekarang ini kita semua sama dan bebas.
Namun
dalam kenyataannya berbeda dengan apa yang diharapkan. Revolusi memang telah
mendatangkan perubahan, namun pada saat yang sama juga telah mendatangkan
kekuatiran yang lebih besar. Apa sesungguhnya yang terjadi? yang terjadi adalah
timbulnya anarki (situasi tanpa aturan) dan kekacauan (chaos) yang lebih
besar setelah Revolusi Perancis. Disamping itu, sebagai akibat dari Revolusi
Industri, timbul kesenjangan sosial yang baru antara yang kaya dengan yang
miskin. Kelas-kelas sosial bukannya di hapus tetapi semakin nyata. Kaum buruh
semakin ditekan oleh segelintir orang yang memiliki modal dan perusahaan (bourgeoisie).
Seperti
yang di kemukakan oleh Karl Marx kaum bourgeoisie
ialah kaum yang menguasai alat produksi. Dengan demikian, konflik antar
kelas menjadi tidak terhidarkan. Banyak sekali ketegangan-ketegangan pada saat
itu seperti pendiskriminasian terhadap orang miskin. August Comte adalah orang
yang pertama kali membuat deskipsi ilmiah atas situasi sosial seperti ini. Dan
dialah yang pertama kali menggunakan kata "sosiologi".
PERKEMBANGAN SOSIOLOGI
Walaupun
sosiologi muncul pada abad ke-19 pada masanya August Comte, akan tetapi
perhatian terhadap mayarakat sudah ada sebelum abad 19, hanya saja masih berupa
pemikiran-pemikiran dan belum menjadi suatu ilmu pengetauan yang banyak
dikemukakan oleh tokoh-tokoh filosof, antara lain;
1. Plato
(429-347 SM), seorang
filosof asal Romawi, sebetulnya Plato bermaksud untuk merumuskan suatu tentang
bentuk negara yang dicita-citakan, yang organisasinya didasarkan pada
pengamatan kritis terhadap sistem-sistem sosial yang ada pada zamannya. Plato
menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia
perorangan. Suatu masyarakat akan mengalami kegoncangan, sebagaimana halnya
manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga
unsur yaitu nafsu, semangat dan inteligensia. Inteligensia merupakan unsur
pengendali, sehingga suatu negara seyogyanya juga merupakan refleksi dari dari
ketiga unsur yang berimbang atau serasi tadi. Dengan jalan menganalisis
lembaga-lembaga didalam masyarakat, maka Plato berhasil menunjukan hubungan
fungsional antara lembaga-lembaga tersebut yang pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan yang menyeluruh. Dengan demikian Plato berhasil merumuskan suatu teori
organis tentang masyarakat, yang mencakup bidang-bidang kehidupan ekonomis dan
sosial. Suatu unsur yang menyebabkan masyarakat berdinamika adalah adanya
sistem hukum identik dengan moral, oleh karena itu, didasarkan pada keadilan.
2. Aristoteles
(384-322 SM),
didalam bukunya politics, Aristoteles mengadakan suatu analisis mendalam
terhadap lembaga-lembaga politik dalam masyarakat. Pengertian politik
digunakannya dalam arti luas mencakup juga berbagai masalah ekonomidan sosial.
Sebagaimana halnya dengan Plato, perhatian Aristoteles terhadap biologi telah
menyebabkannya mengadakan suatu analogi antara masyarakat dengan organisme
biologis manusia. Disamping itu Aritoteles menggaris bawahi kenyataan bahwa
basis masyarakt adalah moral (etika dalam arti yang sempit)
3. Ibnu
Khaldun (1332-1406), filsafat kebangsaan Arab yang
mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial
dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip yang sama akan dapat
dijumpai, bila ingin mengadakan analisis terhadap timbul dan tenggelamnya
negara. Gejala-gejala yang sama akan terlihat pada kehidupan
masyarakat-masyarakat pengembara, dengan segela kekuatan dan kelemahannya.
Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia di dalam suku-suku clan, negara dan
sebagainya, adalah rasa solidaritas. Faktor itulah yang menyebabkan adanya
ikatan dan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan bersama anatar manusia.
4. Zaman
Renaissance (1200-1600), tercatat dengan nama-nama seperti
Thomas More dengan utopia-nya dan Campanella yang menulis city of the
sun. Mereka masih sangat terpengaruh oleh gagasan-gagasan terhadap adanya
masyarakat yang ideal. Berbeda dengan mereka adalah N. Machiavelli yang
terkenal dengan bukunya II Principe yang menganalisa bagaimana
mempertahankan kekuasaan. Untuk pertama kalinya politik dipisahkan dari moral,
sehingga terjadi suatu pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat. Pengaruh
ajaran Marchiavelli antara lain, suatu ajaran, bahwa teori-teori politik dan
sosial memusatkan perhatian mekanisme pemerintahan.
5. Abad ke-17
ditandai
tulisan Hobbes (1588-1679) yang berjudul The Leviathan. Inti ajarannya
di ilhami oleh hukum alam, fisika dan matematika. Dia beranggapan bahwa dalam
keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang
mekanis, sehingga manusia selalu ingin berkelahi. Akan tetapi meereka mempunyai
pikiran bahwa hidup damai dan tentram jauh lebih baik. Keadaan semacam itu baru
dapat tercapai apabila mereka mengadakan suatu perjanjian atau kontrak dengan
pihak-pihak yang mempunyai wewenang, pihak mana akan dapat memelihara
ketentraman. Supaya keadaan damai tadi terpelihara, maka orang-orang harus
sepenuhnya mematuhi pihak yang mempunyai wewenang tadi. Dalam keadaan
demikianlah masyarakat dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
6. Abad
ke-18 masih
bersifat rasionalistis, akan tetapi sifatnya yang dogmatis sudah agak
berkurang. Pada abad ini muncullah antara lain ajaran John Locke (1632-1704)
dan J.J Rousseau (1712-1778) yang masih berpegang pada konsep kontrak sosial
dari Hobbes. Menurut Locke manusia pada dasarnya, mempunyai hak-hak asasi yang
berupa hak untuk hidup, kebebasan dan hak atas harta benda. Kontrak antara
warga masyarakat dengan pihak yang mempunyai wewenang sifatnya atas dasar
faktor pamrih. Bila pihak mempunyai wewenang tadi gagal untuk memenuhi
syarat-syarat kontrak, maka warga-warga masyarakat berhak untuk memilih pihak
lain. Rousseau antara lain berpendapat bahwa kontrak antara pemerintah dengan
yang diperintah, menyebabkan tumbuhnya suatu kolektivitas yang mempunyai
keinginan-keinginan sendiri, yaitu keinginan umum. Keinginan umum tadi berbeda
denga keinginan masing-masing individu.
7. Awal
abad ke-19
muncullah ajaran Saint Simon (1760-1825) yang terutama mengatakan bahwa manusia
hendaknya dipelajari dalam kehidupan berkelompok. Di dalam bukunya yang
berjudul Memoirs sur la science de l,home, dia menyatakan bahwa ilmu
politik merupakan bahwa suatu imu yang positif. Artinya, masalah-masalah dalam
ilmu politik hendaknya di analisis dengan metode-metode yang lazim dipakai
terhadap gejala-gejala lain. Dia memikirkan sejarah sebagai suatu fisika
sosial. Fisiologi sangat mempengaruhi ajaran-ajaranya mengenai masyarakat.
Masyarakat bukanlah suatu kumpulan dari orang-orang belaka yang
tindakan-tindakannya tidak mempunyai sebab, kecuali kemauan masing-masing.
Kumpulan tersebut hidup karena didorong oleh organ-organ tertentu yang
menggerakan manusia untuk melakukan fungsi-fungsi tersebut.
8. Setelah
itu muncullah di abad ke-19 nama Auguste Comte yang telah menulis beberapa buah
buku yang berisikan tentang pendekatan-pendekatan umum untuk mempelajari
masyarakat. Nama yang dipakai pada saat itu adalah "sosiologi" (
1839) yang berasal dari kata latin socius yang berarti
"kawan", "teman", "masyarakat" dan dari kata
yunani logos yang berarti "kata", "berbicara". Jadi
sosiologi adalah berbicara tentang masyarakat. Lahirnya sosiologi, tercatat
pada 1842, tatkala Comte menerbitkan jilid dari bukunya yang berjudul Positive-Philosophy
yang tersohor itu. Kemudian Herbert Spencer seseorang kebangsaan inggris
mengembangkan suatu sistematika penelitian masyarakat dalam bukunya yang
berjudul Principles of Sociology setengah abad kemudian nama sosiologi
menjadi lebih populer, dan berkembang pesat pada abad ke-20, terutama di
Perancis, Jerman dan Amerika serikat.
3. Ibnu
Khaldun (1332-1406), filsafat kebangsaan Arab yang
mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial
dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip yang sama akan dapat
dijumpai, bila ingin mengadakan analisis terhadap timbul dan tenggelamnya
negara. Gejala-gejala yang sama akan terlihat pada kehidupan
masyarakat-masyarakat pengembara, dengan segela kekuatan dan kelemahannya.
Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia di dalam suku-suku clan, negara dan
sebagainya, adalah rasa solidaritas. Faktor itulah yang menyebabkan adanya
ikatan dan usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan bersama anatar manusia.
5. Abad ke-17
ditandai
tulisan Hobbes (1588-1679) yang berjudul The Leviathan. Inti ajarannya
di ilhami oleh hukum alam, fisika dan matematika. Dia beranggapan bahwa dalam
keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang
mekanis, sehingga manusia selalu ingin berkelahi. Akan tetapi meereka mempunyai
pikiran bahwa hidup damai dan tentram jauh lebih baik. Keadaan semacam itu baru
dapat tercapai apabila mereka mengadakan suatu perjanjian atau kontrak dengan
pihak-pihak yang mempunyai wewenang, pihak mana akan dapat memelihara
ketentraman. Supaya keadaan damai tadi terpelihara, maka orang-orang harus
sepenuhnya mematuhi pihak yang mempunyai wewenang tadi. Dalam keadaan
demikianlah masyarakat dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
7. Awal
abad ke-19
muncullah ajaran Saint Simon (1760-1825) yang terutama mengatakan bahwa manusia
hendaknya dipelajari dalam kehidupan berkelompok. Di dalam bukunya yang
berjudul Memoirs sur la science de l,home, dia menyatakan bahwa ilmu
politik merupakan bahwa suatu imu yang positif. Artinya, masalah-masalah dalam
ilmu politik hendaknya di analisis dengan metode-metode yang lazim dipakai
terhadap gejala-gejala lain. Dia memikirkan sejarah sebagai suatu fisika
sosial. Fisiologi sangat mempengaruhi ajaran-ajaranya mengenai masyarakat.
Masyarakat bukanlah suatu kumpulan dari orang-orang belaka yang
tindakan-tindakannya tidak mempunyai sebab, kecuali kemauan masing-masing.
Kumpulan tersebut hidup karena didorong oleh organ-organ tertentu yang
menggerakan manusia untuk melakukan fungsi-fungsi tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar